Thursday
Hamba Tuhan
Login





Lost Password?
No account yet? Register
Shalom, bagaimana kabar Anda hari ini? Silahkan login atau register.
Pria Sejati - Empat Hal Yang Membuktikan
Tuesday, 17 August 2010

Oleh: Novry Simanjuntak

Merupakan hal biasa bila suami dan istri dalam sebuah keluarga memiliki penghasilan sendiri-sendiri. Keduanya bekerja untuk menafkahi keluarganya sehingga keduanya merasa memiliki andil dan kedudukan yang sama dalam keluarga. Larut dalam kesibukan, terkadang mereka lupa, siapa yang seharusnya menjadi pemimpin dalam sebuah keluarga.

Kealpaan seorang pemimpin dalam keluarga terkadang bisa menyebabkan pertengkaran atau saling melempar tanggung jawab. Begitu juga bila keduanya (suami-istri) merasa menjadi pemimpin, tidak jarang yang berakhir dengan perceraian. Keegoisan dan keyakinan diri dalam masalah ekonomi, membuat mereka berani melanggar janji pernikahan.

Pemimpin adalah seorang yang patut untuk diikuti dan dipatuhi. Pemimpin yang akan bertanggung jawab dan menuntun serta membuat keputusan dalam hidup ini. Seorang ayah atau pria dalam sebuah keluarga adalah pemimpin.

Walaupun dalam budaya beberapa daerah mengatakan lain, pria tetap dikodratkan untuk menjadi pemimpin.

Dalam melakukan hal ini, kaum pria dituntut harus tegas. Bukan kasar, tapi tegas. Kepemimpinan di dalam rumah tangga ada di tangan kaum pria yang memiliki sikap tegas sekaligus sikap lembut. Ada keseimbangan, karena itu adalah kunci dari kehidupan.

Begitu juga terhadap anak-anak, hadiah atau imbalan harus seimbang dengan hukuman, perhatian harus seimbang dengan pukulan, dan pujian atau penghargaan harus seimbang dengan teguran.

Mungkin ada yang mengatakan salah akan ketegasan ini. Ada pemikiran yang mengatakan kita harus tetap sabar atau bersikap halus, tetapi kadang kehalusan sikap malah seringkali membunuh kita. Sekali waktu, kita juga harus belajar untuk bisa menjadi tegas terhadap orang lain dan diri kita sendiri.

Kasih sayang, hawa nafsu, dan keinginan, semuanya harus diuraikan dalam konteks kedisiplinan, termasuk kasih. Atau kita mengasihi sesuatu yang kelak akan membunuh kita. Kedisiplinan membutuhkan ketegasan.

Di samping ketegasan, seorang pria juga harus mampu membuat keputusan.
Kalaupun keputusan tersebut salah atau cacat, akuilah dan jangan diulangi lagi. Belajarlah dari hal tersebut dan lakukan sesuatu dari pengalaman itu.
Menangisi sesuatu yang telah terjadi, hidup dengan rasa penyesalan, atau mengingat kesalahan masa lalu adalah tindakan salah.

Ketegasan, keputusan dan kepemimpinan adalah ciri seorang pria yang sejati.

Para wanita ingin suaminya menjadi pembuat keputusan. Tetapi, keputusan yang keluar dari seorang pemimpin, bukan dari seorang diktator. Ada perbedaan besar di antara kedua kata tersebut. Diktator membuat keputusan berdasarkan pilihan, atau kepuasan pribadi, tetapi pemimpin membuat keputusan berdasarkan pada apa yang terbaik bagi pengikutnya.

Di balik keputusan tersebut, ada tanggung jawab. Kaum pria memiliki tanggung jawab utama atas keputusan yang mereka perbuat.

Inti dari kedewasaan adalah menerima tanggung jawab yang demikian. Dan, kedewasaan adalah inti dari kesempurnaan Anda sebagai seorang pria sejati.

Pemikiran populer sekarang ini mengatakan bahwa kedewasaan datang dengan bertambahnya usia. Itu tidak benar. Anda bisa saja tua dalam usia, tetapi kedewasaan datangnya dari penerimaan tanggung jawab –dalam semua aspek kehidupan.

Menurut Louise Cole dalam bukunya "Kesempurnaan Seorang Pria", terdapat cukup banyak anak-anak di Amerika yang melarikan diri dari rumahnya.
Anak-anak tersebut, katanya, hanyalah meniru orang tuanya yang juga melarikan diri –yang paling sering adalah ayahnya. Di California, sedikitnya terdapat 400 ribu kaum wanita yang hidup sendiri dengan anak-anaknya karena suami mereka melarikan diri dari rumah.

Keempat ratus ribu kaum pria California ini tidak dapat, tidak ingin, atau tidak pernah memilih untuk menerima tanggung jawab menjadi suami atau ayah.
Dan, mereka mengingkari janji pernikahan.

Dahulu, kata perceraian menjadi sebuah kata yang mengerikan. Sekarang ini, perceraian sudah menjadi hal yang biasa. Perceraian biasanya digunakan untuk menghindari tanggung jawab.

Banyak pria yang berganti dari satu wanita ke wanita lainnya, dari satu tempat ke tempat lainnya, sambil memproklamirkan diri sebagai seorang pria "macho" yang terkenal. Kemampuan untuk menjadi seorang ayah, bukanlah hal yang penting dalam membuktikan kepriaan.

Dengan begitu, sesungguhnya, mereka tergolong masih kekanak-kanakan, tidak  dewasa di dalam roh, dan pemikiran, hidup dalam kehidupan yang lemah, tidak  menentu, dangkal dan tanpa karakter.

Beberapa pria telah menjadi dewasa ketika berumur tujuh belas tahun, sementara yang lain baru dewasa di usia tujuh puluh tahun kerena umur tidak bisa menentukan kedewasaan seorang pria. Kedewasaan bisa diukur dari kepemimpinan, ketegasan, keputusan dan tanggung jawab yang mau dipegangnya.

 

Renungan: Kisah Marela (12 Tahun)

Orang benar akan bertunas seperti pohon kurma, akan tumbuh subur seperti pohon aras Libanon (Mazmur 92:13)

 

Beberapa hamba Tuhan yang kami support berada di pegunungan sekitar wilayah Kalimantan Selatan tetap melayani Tuhan dengan berani, sekalipun mereka melayani dengan fasilitas serba terbatas dan medan pelayanan mereka memiliki tingkat kriminalitas sangat tinggi. Di sana sering terjadi perampokan dan pembunuhan dengan cara mutilasi.

 

Komitmen mereka kepada Tuhan sangat kuat sehingga kondisi di atas tidak membuat mereka gentar sedikitpun. Mereka melayani dengan pendekatan mengajar membaca dan menulis serta berhitung dengan harapan dapat memberantas  buta huruf sekaligus menanamkan nilai-nilai kekristenan sejak dini. Penghulu (tokoh masyarakat) menolak pelayanan mereka bahkan pemerintah setempat sampai saat ini  tidak mengeluarkan surat ijin operasional walaupun hanya untuk pendirian Taman Kanak-Kanak karena mereka takut terjadi proses Kristenisasi.

 

Suatu hari mereka menemui seorang anak sekitar usia 12 tahun, dia tidak dapat membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia dengan baik, menurut penuturan warga setempat anak ini adalah anak angkat seorang kepala suku yang terkenal sangat sakti dan paling ditakuti di daeraha tersebut. Pada setiap upacara adat di desa tersebut anak ini sering dipersembahkan kepada dewa mereka, pada waktu anak tersebut kerasukan dewa maka warga setempat menyambut kehadiran sang dewa kemudian mereka meminta sedekah dan perlindungan kepada dewa yang telah merasuki anak tersebut.

 

Yesus Kristus menampakkan diri kepada anak tersebut melalui mimpi dan berkata: “Bertobatlah sebelum kamu menyesal karena dosamu.” Sekarang anak ini sudah bertobat dan menerima Isa Almasih sebagai Juruselamat pribadi dan memberi diri untuk dibaptis. Kami mengajar anak tersebut membaca dan menulis bahasa Indonesia juga menanamkan nilai-nilai Kekristenan serta berdoa bagi kerohaniannya. Setelah dapat membaca dengan lancar, anak inipun gemar membaca Alkitab, ayat emasnya adalah Mazmur 92:13. Berdoalah bagi Marela supaya Tuhan memakai hidupnya menjadi berkat bagi sukunya.

 

Source:

Buletin KDP (Kasih Dalam Perbuatan) Edisi Mei – Juni 2010

P.O. Box 1411

Surabaya 60014

Comments
Add NewSearch
sari - very good   | 02-01-2012 05:43:52
cukup bagus....
yg mana haruz diikuti atau mjdi personality utama buat kaum pemuda jaman sekarang..GB
Write comment
Name:
Subject:
[b] [i] [u] [url] [quote] [code] [img] 
 
 
:angry::0:confused::cheer:B):evil::silly::dry::lol::kiss::D:pinch:
:(:shock::X:side::):P:unsure::woohoo::huh::whistle:;):s
:!::?::idea::arrow:
 
Security Image
Please input the anti-spam code that you can read in the image.