Hamba Tuhan
Login





Lost Password?
No account yet? Register
Find Us on Facebook
Shalom, bagaimana kabar Anda hari ini? Silahkan login atau register.
Cadar Yang Terkoyak 4/21 PDF Print
User Rating: / 0
PoorBest 
Wednesday, 05 September 2007

AIR KEHIDUPAN
Kamp haji atau tempat istirahat bagi para jemaah, letaknya cukup jauh dari mesjid Haram. Abdullah, sipenunjuk jalan yang telah dicarikan untuk kami oleh kawan kami Sheikh, menjemput kami dipintu masuk. Beliau dan Ayah berjabat tangan dan berpelukan:

"Alhanwa Salan (Selamat Datang)" kata Abdullah. Demikian juga bagi anda" jawab ayah.

Cara penerimaan yang sederhana seperti ini dimana seorang arab menerima kita sama derajad sebagai saudara merupakan ciri-ciri Haji.

"Silahkan masuk, kami menerima anda dalam nama Allah kata Abdullah. Saya telah menerima surat dari sheikh yang mulia, kamar-kamar bagi anda semua telah saya pesan".

Pembicaraan dilanjuntukan mengenai domba yang akan dikorbankan. Ayah memesan 2 ekor bagi kami masing-masing termasuk para pelayanku sehingga semuanya berjumlah 8 ekor. Getaran kegembiraan terasa mengalir dalam diriku. Perjamuan Kurban (Idul Adha) yang merupakan penghormatan bagi si orangtua yaitu Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan anaknya Ismail, merupakan puncak acara dari upacara naik haji. Ayah meneliti lagi agar doa-doa kami mempunyai kemujaraban khusus karena darah anak domba yang begitu banyak dikurbankan.

Kamar-kamar kami semuanya berderet di satu tingkat. Ada 2 kamar yang mempunyai kamar mandi disampingnya, sangat sederhana dilengkapi secara biasa, ada tempat tidur kecil (charpais). Saya merindukan kasur katun yang ditaruh diatas "palung" seperti dirumah. Kisi-kisi dari benang dengan kasur berisi bahan rambut diatasnya bukanlah merupakan tempat istirahat yang memadai terutama bagi seorang lumpuh dibagian kiri tubuhnya karena sulit membalikkan badan. Namun semua ini adalah tahapan yang harus dijalani waktu menunaikan ibadah haji.

Berhari-hari sesudahnya, beratur-ratus ribu orang akan berbondong-bondong masuk ke Mekkah, berjejal-jejal masuk kehotel-hotel dan wisma-wisma. Hanya sedikit keleluasaan yang ada namun tidak terlihat adanya pameran kekayaan. Kebaikan akan hilang bila seseorang bersungut-sungut, angkuh dan sombong atau kehilangan kesabaran waktu menjelajahi dalam terik matahari serta kondisi-kondisi yang menekan, demikian penjelasan ayah. Sebuah kipas angin listrik dilangit-langit kamar kami menghalau udara sekitar yang panas. Di jendela-jendela dipasang tirai-tirai hijau, ditutup guna mencegah sinar matahari masuk dan hal ini memberi sedikit perasaan seolah-olah kami berada di dalam sebuah bejana akuarium. Disamping itu terdapat tutup-tutup logam tipis darimana saya dapat memandang garis-garis kubah mesjid besar dari jauh mengarah keatas seperti layaknya jari-jari tangan.

Sambil berbaring diatas kasur kecilku, saya mendengar bunyi seretan-seretan sandal kulit tak bertumit yang tak berkesudahan yang dipakai oleh para jemaah. Bunyi-bunyian ketika tiba ketelinga kami terdengar seperti gumaman berbagai bahasa asing. Disela-sela alunan bunyi terdengar alunan ayat-ayat Al-Quran dan Allahu Akbar Allah Maha Besar. Kegembiraan merayap dalam sanubariku. Hadirnya saya ditempat itu, baik rasanya, cukup untuk melanjutkan hidup ini.


Pelayan-pelayanku juga merasakan hal yang sama.

"Betapa beruntungnya kami menjadi pelayan nona dan dapat ikut berjemaah Haji kata Salima ketika bersama-sama Sema membantu memandikan saya dengan air dingin untuk kedua kalinya hari itu. Bagi mereka hal ini merupakan keuntungan besar karena sebegitu banyak orang saleh diseluruh dunia juga mendambakan untuk dapat datang dan hadir disini pada waktu seperti ini, namun tidak sempat ataupun tidak mampu, baik karena waktu atau biaya. Waktu untuk melaksanakan haji dapat berlangsung selama sebulan jika semua tempat suci dikunjungi.

Ayah sempat bertemu beberapa kawannya dari Lahore, Rawalpindi, Peshawar dan Karachi, namun kali ini mereka sama sekali tidak membicarakan tentang harga katun atau gandum. Oh, tidak disini hal-hal duniawi ditinggalkan demikian pula semua perbedaan mengenai kelahiran, negara asal, derajat, jabatan atau status.

Di dalam ruang makan besar di Kamp Haji, pelayan-pelayan duduk makan bersama dengan tuannya, semua perbedaan telah ditutupi oleh Ihram - pakaian Jemaah Haji. Para pria mengenakan sehelai katun sederhana dilingkarkan sekeliling bagian bawah tubuh dan helai lainnya sekeliling bahu. Para wanita mengenakan pakaian-pakaian putih panjang dengan penutup kepala dan kaos kaki putih tapi tidak memakai kerudung. Menuruti jejak nabi, dimata Tuhan semua manusia sama. Ayah memberi penjelasan serius dan mendalam:

"Begitu engkau mengenakan Ihram, maka engkau telah meninggalkan hidupmu yang lama dan masuk kedalam hidup yang baru. Dengan kata lain hal ini merupakan pembungkus mayatmu. Dengan mengenakan pakaian ini, jika engkau mati, maka engkau langsung naik sorga, tanpa henti".

Di jalan-jalan waktu beliau menuju mesjid untuk bersembahyang, ayah bertemu dengan seorang kawan lama sejak masa sekolah: "Attau-lah ada disini. Beliau seorang Muslim sejati - ia memberi sedekah kepada orang miskin di Pakistan. Dan ia seorang yang sangat alim. Kali ini merupakan kunjungannya yang ketiga".


Memberikan sebahagian dari penghasilan kita untuk meringankan kemiskinan dinamakan Zakat atau pemberian sedekah, merupakan rukun Islam yang ke tiga. Rukun ke-4 ialah kepatuhan menjalankan ibadah puasa sejak fajar sampai matahari terbenam selama bulan ke-9 tahun Hijrah yaitu bulan suci Ramadhan. Sesudah menunaikannya barulah pajak kemiskinan atau zakat dipersembahkan. Ayahpun sangat alim, pikirku, karena ayah memberi sedekah dan kali inipun merupakan kunjungan yang ketiga dan siapa lagi yang mengajarkan saya berdoa kalau bukan ayah? Saya memandangi dahinya. Jelas terlihat adanya bekas-bekas tekanan disebut mihrab, seperti petunjuk untuk arah ke Mekkah yang dipasang disetiap mesjid. Tanda ini terbentuk karena dahi berulang-ulang kali ditekan ketika waktu sembahyang. Dengan melihat tanda ini seseorang dapat mengetahui bahwa orang tersebut taat berdoa - ibadah sembahyang merupakan rukun Islam yang kedua.

Selama sisa hari pertama itu saya tidak keluar tapi tinggal dirumah berdoa, membaca Al-Qurann suci kalau tidak menyiapkan diriku untuk kunjungan ke Kaabah besok, yang akan sangat melelahkan, diterik matahari, berdesak-desakkan dengan begitu banyak orang. Salima dan Sema membawa makanan kekamar dan tinggal bersamaku. Begitu banyak orang namun begitu damai rasanya kata Salima pada malam harinya. Jalan-jalan penuh sesak dengan para jemaah namun suasana tenang. Tidak terasa adanya ketergesa-gesaan atau kebingungan. Dengan hadirnya ditempat ini rasanya seperti di Surga - semua keinginan rasanya terpenuhi.

Ketika Muazzin mengumandangkan azzan dari menara-menara mesjid waktu matahari terbenam, setiap orang di Mekkah berhenti ditempatnya dan berpaling kearah Kaabah, lambang yang begitu kuat mempersatukan jutaan umat Islam di ke-4 penjuru dunia. Mereka berdiri tegak, tangan terbuka pada tiap sisi wajahnya dan berdoa:
Allah Maha Besar. Tangan diturunkan lalu yang kanan ditaruh diatas yang kiri, bagi wanita diatas pinggang, bagi pria dibawahnya. "Dipermuliakanlah Dikau oh Allah. Dan terpujilah Engkau; terpujilah namaMU dan diagungkanlah KuasaMU dan tidak ada lain yang layak disembah selain Engkau". Diikuti beberapa doa lain, Al fatiha, beberapa ayat suci Al-Quran kemudian Allahu Akbar. Disini para jemaah membungkuk bertopang pada pahanya, tangan dilutut : "Betapa MuliaNya Tuhanku, Maha Besar!. Mereka berdiri tegak, tangan disamping. "Allah telah mendengar doa mereka yang telah memujiNya; Ya Tuhan Terpujilah Engkau". Kemudian mengucapkan "Allahu Akbar" mereka sujud menyembah :" Terpujilah Engkau Ya Tuhan yang Maha Tinggi (3 kali). Lalu tegak, kemudian duduk berlutut: " Oh Allah!. Ampunilah kasihanilah saya. Mereka berdiri tegak kembali.

Tata cara ini merupakan pematuhan terhadap pelaksanaan satu rakaat lengkap yang  diikuti oleh beberapa pengulangan pegerakan dan doa. Sebagai seorang yang cacat / sakit, upacara suci ini saya lakukan dengan bantuan para pelayanku, duduk, dan mihrab diatas tikar sembahyangku menunjuk kearah Kaabah. Apakah saya akan terjaga dari mimpi indah ini dalam kamarku dirumah atau apakah saya benar-benar mengucapkan doa itu disini. di pusat dunia ? Perasaan menanti-nanti menggelitik hatiku, menimbulkan suatu sukacita yang besar. Untuk dapat hadir di sini saja Oh Tuhan, sudahlah cukup walau pun bila saya tidak dapat berjalan. Untuk dapat  memandang dengan mata-kepala sendiri Rumah-Allah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim sudahlah merupakan suatu pemberian yang dapat dinikmati sepanjang sisa hidupnya."Benar kau telah hidup selama 14 tahun sebagai seorang yang lumpuh" kataku kepada diriku sendiri, namun disini dimana Iman terasa menjadi kuat sekali karena begitu banyak doa terpusatkan, Allah akan mendengarkan doa keluargamu dan Nabi Muhammad akan meminta kepadaNya untuk menyembuhkan engkau.

Ketika saya membayangkan Tuhan, tidak terlintas dalam pikiranku suatu gambaran tentang Dia karena bagaimana mungkin seseorang dapat menggambarkan Mahluk yang Kekal Abadi itu? Dia yang walaupun dipanggil dengan 99 sebutan dalam Al-Quran suci, masih tidak dikenal, tidak terdapat sifat kemanusiaan yang dapat digunakan untuk membandingkanNya, begitulah ajaran yang kami terima. Tapi bibirku mengucapkan kata-kata Al-Fatuha yang berharga: Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya padaMu sendiri kami memohon pertolonganMu, tunjukkanlah kami jalan yang lurus, jalan bagi orang yang Engkau perkenan.

Bagi seorang Muslim, hidup merupakan sebuah jalan dan tiap-tiap pribadi berada di suatu tempat pada jalan itu yang terletak antara waktu kelahian dan kematian, penciptaan dan penghakiman. Saya pun telah menempuh jalan ini yang walaupun tidak dapat saya lihat akhirnya, namun dapat menjalani sampai akhir hidupku.

Besok paginya kami semua bangun sebelum fajar dan sesudah bersembahyang serta sarapan kami mulai berjalan menuju Kaabah. ayah telah mengatur agar saya dibawa diatas sebuah kursi roda, para pembantuku berjalan disampingku dan ayah didepan. Banyak orang sakit dan tua dibawa cara demikian. Saya duduk bertopang dagu agar tegak menyenangi pemandangan yang terlihat dan salah satu kesibukan paling besar sedang berlangsung dimana beribu-ribu pria dan wanita dari segala umur dan pelbagai kebangsaan bersama-sama beriringan menuju Rumah Allah. Belum pernah seumur hidupku saya melihat begitu banyak manusia disuatu tempat, begitu tekun menuju satu tujuan, tidak di Lahore atau Rawalpindi, waktu ayah membawaku dengan mobil ataupun selama di London. Arus manusia mengalir ke depan dengan satu tujuan, satu akhir, berdoa sambil berjalan seraya mengucapkan ayat-ayat suci Al-Quran berulang-ulang yang mengalun dan berirama. Dinding-dingding bagian luar yang begitu kekar, dijajari dengan gerbang-gerbang mengelilingi Masjidil Haram yang telah berusia tua.

 

Bersambung Ke Bagian (5)

 

Comments
Add NewSearch
Write comment
Name:
Subject:
[b] [i] [u] [url] [quote] [code] [img] 
 
 
:angry::0:confused::cheer:B):evil::silly::dry::lol::kiss::D:pinch:
:(:shock::X:side::):P:unsure::woohoo::huh::whistle:;):s
:!::?::idea::arrow:
 
Security Image
Please input the anti-spam code that you can read in the image.
 
< Prev   Next >