Hamba Tuhan
Login





Lost Password?
No account yet? Register
Find Us on Facebook
Shalom, bagaimana kabar Anda hari ini? Silahkan login atau register.
Cadar Yang Terkoyak 5/21 PDF Print
User Rating: / 2
PoorBest 
Thursday, 06 September 2007

AIR KEHIDUPAN ….

Sebelum masuk kami diharuskan untuk diperiksa oleh para petugas pria dan wanita yang ditempatkan didepan pintu-pintu gerbang. Ayah telah mengingatkanku tentang hal ini: "Ada desas desus bahwa orang-orang kafir telah berusaha lebih dari sekali untuk menerobos ketempat-tempat suci kita guna melakukan beberapa kejahatan dan merusakkannya.

Apa yang terjadi dengan mereka Ayah? Saya menyelidik dengan penuh ketakutan. Oh saya harap mereka ditembak katanya. Saya gemetar mendengar hukuman itu, namun setuju bahwa mereka pantas menerima ganjaran demikian bagi penghinaan itu.

Kami masuk gelanggang besar itu yang didominasi oleh menara-menara yang tegap. Ditengah-tengah berdiri mesjid yang mulai dibangun pada abad ke-8 dan kini telah diperluas agar dapat menampung beribu-ribu jemaah. Rombongan kami berjalan melewati permadani-permadani  dan sambil menjinjing sepatu yang kemudian diganti dengan sejumlah karcis. Lalu kami berjalan melewati sebuah gerbang menuju ruangan terbuka yang luas di tengah-tengahnya berdiri bangunan besar berbentuk kubus yang dikenal sebagai Kaabah. Rumah Allah, dipasangkan tirai brokaat hitam dihiasi dengan sebutan-sebutan untuk Tuhan yang disulam emas. Seluruh ruang terbuka itu putih warnanya karena hadirnya beribu-ribu jemaah, semua dengan muka menghadap ke Kaabah. Orang-orang berjalan atau berlari mengelilingi Kaabah menurut arah yang berlawanan dengan arah jarum jam. Lorong-lorong batu pualam kelihatannya bersinar dari pusat tempat itu.

Kami berjalan sepanjang salah satu lorong ini dan tiba disebuah kawasan berbentuk linkaran di tempat mana saya dipindahkan kesebuah tandu kayu yang diusung 4 pria berbadan tegap sebelum kami diarahkan masuk kedalam kerumunan kelompok orang banyak yang berputar-putar. Kami berjalan megitari Kaabah, berjalan 3 kali, berlari 4 kali, saya berguncang-guncang diatas tandu, keadaanku laksana setumpuk busa diatas deburan air pasang surut. Setiap kami melewati Batu Hitam yang terletak disudut timur laut itu yang ditempatkan oleh Nabi Muhammad dengan tangannya sendiri, kami mengangkat tangan dan berseru Allahu Akbar - Allah Maha Besar.

 

Perjalanan itu penuh dengan lonjakkan-lonjakkan bagiku dan saya memandang kearah ayah dengan cemas, namun kelihatannya beliau tidak menyadari akan teriknya matahari, desakan orang banyak atau keadaan yang tidak enak. Dapat hadir disini sudah merupakan segala sesuatu yang diingininya. Pada perjalanan keliling kami  yang terakhir, kami datang ke Batu Hitam tersebut.

Saya teringat akan apa yang diceritrakan kepadaku bahwa batu ini dijatuhkan kepada Nabi adam oleh Tuhan. Batu ini merupakan simbol yang kuat sekali dalam iman kami telah disentuh Tuhan, Nabi Adam dan Nabi Muhammad. Para pengusung mendorong kami kedepan dan menurunkan tanduku. Saya dibantu menyuruk kedepan untuk dapat mencium Batu Hitam tersebut. Batu itu diselaputi dengan perak dan disemprotkan dengan minyak wangi. Saya menutup mata untuk merasakan sentuhan Nabi. Batu itu tidak terasa seperti Batu sama sekali. Di bibirku terasa hangat dan rasanya ada perasaan damai mengelilingiku. Saya berkata : sembuhkanlah kiranya saya, demikian pula yang lainnya. Namun tidak ada sesuatu yang terjadi. Salima dan Sema mengangkat saya tegak dan kami melanjutkan lagi. Saya tetap menunduk menghindari mata Ayah yang risau.

Berikutnya kami menuju ke tempat Nabi Ibrahim berdoa dan saya memanjatkan satu permohonan doa yang sangat kami dambakan : Sembuhkanlah kiranya saya. pintaku. Upacara berikut ialah berlari antara Safa dan Marwa, 2 bukit kecil mengitari mesjid besar kira-kira 1 km jarak antaranya. Diceritrakan bahwa Hagar dan Ismail dikuburkan dibawah gundukan-gundukan bukit-bukit ini. "Suatu permainan akbar" pikirku, tapi saya menyimpannya dalam hati. Tidak ada yang tertawa disini karena setiap orang melaksanakannya dengan sungguh-sungguh.

Saya kembali ke sebuah kursi roda untuk melanjutukan perjalanan sepanjang lorong batu pualam antara Safa dan Marwa sebanyak 7 kali, menelusuri perjalanan Hagar waktu mencari anaknya Ismail sesudah keduanya diusir. Menurut cerita turun-temurun, Tuhan membuka sebuah mata air; Abb-a Zam-zam (Air Kehidupan) di dekat tempat ini.Orang-orang membeli air tersebut dan meminumnya dari mangkuk logam. Ayah ingin agar kami semua minum dan membeli satu kirbat air untuk diserahkan ke Kamp Haji. Sebagiannya akan dibawa ke Pakistan. Sisanya akan memandikan saya. Upacara upacara ini menghabiskan waktu hampir sehari-harian tanpa makan atau istirahat dan kini kami kembali ke kamp haji menunggu perjalanan berikutnya.

Perjalanan tersebut ialah menuju Arafah, sebuah tempat yang terletak kira-kira 7 mil dari Mekkah dimana umat Islam mengatakan bahwa Tuhan menguji nabi Ibrahim dengan memintanya mempersembahkan anaknya yang sulung Ismail sebagai kurban. Setelah Tuhan melihat ketaatan Nabi Ibrahim, Ia menghentikan pengorbanan itu dan menggantikan dengan seekor domba jantan yang terjerat didalam belukar. Kami mengunjungi Mina dalam perjalanan kembali dari sana untuk melemparkan batu ke arah 3 tiang yang melambangkan setan-setan yang menggoda Nabi Ibrahm agar menolak mempersembahkan anaknya. Setiap orang menertawakan tiang-tiang buruk tersebut sambil melemparkan batu atau sepatunya. Melemparkan sepatu berarti suatu penghinaan yang besar.

Sesudah itu kami pergi ke tempat mempersembahkan kurban, tepat diluar kota dan berdiri berbaris sampai kami menemui si tukang jagal yang telah mengetahui tentang domba-domba yang akan kami kurbankan. Ia memegang pisau di satu tangan dan tangan yang lain memegang domba, lalu saya memegang pangkal pisau itu seraya si tukang jagal melaksanakan pemotongannya. Darah domba jantan itu mengalir ke palungan penadahnya dan binatang ini meronta-ronta serta bergoyang goyang seakan akan mau melarikan diri. Saya tidak merasakan sesuatu perasaan terhadap domba itu - kematiannya diperuntukkan bagi pemenuhan perintah untuk mempersembahkan kurban. Lalu tukang jagal lainnya datang dan mengambil domba tersebut kemudian mengulitinya.

Kami tidak dapat menunggu lama untuk melihat seluruh upacara persembahan domba kami sampai semuanya disembelih karena begitu panjang antrian, namun semuanya terlaksana dengan teratur. Domba-domba kami dihitung satu persatu dan akan dipersembahkan kemudian. Kami melihat ketika orang lain datang menggantikan tempat kami untuk mengurbankan domba, kambing atau untanya. Bisa sampai 6 orang bersama-sama bergabung mengurbankan seekor unta kata ayah.

Saya senang sekali bahwa kami tidak tinggal terlalu lama guna mnyempatkan diri melihat seekor unta dikurbankan. Saya tahu bagaimana akhirnya daging-daging itu. Ayah telah menceriterakan padaku : Sebagian disedekahkan kepada fakir miskin - mereka makan daging enak selama musim haji. Kebanyakan akan dibakar. Daging-daging itu tidak tahan untuk disimpan pada keadaan panas seperti ini.

Jemaah haji tinggal di Mina selama 3 hari dan pada hari yang kedua dapat mulai lagi mengenakan pakaian biasa sehingga jalan-jalan yang ber-abu dan panas menjadi mekar dengan warna-warni pelbagai pakaian nasional yang dipakai. Para pria mencukur kepalanya sampai pendek / botak dan para wanita memotong rambutnya sekurang-kurangnya 3 cm. Setiap orang saling mengucapkan "Selamat Naik Haji".

Hari-hari ini ialah hari perayaan sahabat dan handai taulan baik teman lama maupun yang baru. Juga merupakan waktu untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan dan berdamai satu sama lainnya. Dunia akan menjadi tempat yang membahagiakan bila kita mempertahankan semangat haji sepanjang hidup kita kata ayah. Namun, kami tidak tinggal di Mina, karena kedaan saya yang cacat dan kembali ke Kamp haji, begitu kembali saya duduk diatas sebuah tempat duduk yang ada sandarannya dipegang oleh Sema untuk dimandikan, mengucapkan doa-doa sambil di sirami air Zam-Zam oleh Salima disekujur tubuhku dari sebuah ember plastik.

Sesungguhnya pada waktu saya berharap agar dapat disembuhkan dari kelumpuhan itu tapi tidak ada sesuatu apapun terjadi tubuhku masih sama berat dengan timah, perasaanku lebih berat lagi, waktu para pembantu mengangkat dan mengeringkan tubuhku lalu memakaikan pakaianku. Tidak lama kemudian ayah yang telah menunggu dikamar sebelah dan mengharapkan saya berjalan sendiri masuk lewat pintu itu, datang menyongsongku. Hari ini bukanlah Kehendak Allah, tapi kita tidak akan putus asa, Allah Maha Besar katanya kemudian tanpa sepatah katapun beliau melangkah keluar.

Sesudah melangsungkan Upacara-upacara ini para Haji pulang ketempat untuk mendapatkan penghormatan di negerinya masing-masing. Beberapa orang malah membubuhkan predikat Haji didepan namanya atau menempatkan pada papan nama tokonya untuk menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang jujur, saya mau mempercayai sebahagian dari mereka kata ayah dengan secercah senyuman tersungging dibibirnya.

Kebanyakan orang seperti kami, pergi ke Medinah kota kedua yang paling penting bagi umat Islam, jauhnya 400 km ditempat mana Nabi Muhammad tinggal selama 10 tahun sesudah Ia dikeluarkan dari Mekkah dan dari sana pada tahun 622 menyebarkan agama Islam sebagai awal mula masa Islam, Ia tinggal disana pada bagian akhir hidupnya dan kami bermaksud melihat kuburannya.

Banyak ceritera yang begitu berkesan bagiku sebagai kanak-kanak terpusatkan sekitar kota ini. Mesjid di Madinah sangat mengagumkan, kami berjalan diatas permadani tebal, indah dan memberikan penghormatan pada Nisannya Nabi Muhammad. Nisan itu ditutup dan diberi permadani serta dikelilingi kaca, orang-orang berjalan  mengitarinya dan mencium nisan itu melalui gelas dengan ciuman jarak jauh.

 

Mereka juga memasukkan uang dan karangan-karangan bunga, para petugas memungutnya dan menghiasi nisan itu. Disekeliling halaman itu orang-orang duduk dan menyanyikan lagu-lagu rohani, karena ayah berstatus Pir, maka beliau meminta izin agar saya diperbolehkan berada di Nisan Nabi Muhammad. Para petugas membukakan pintu bagiku dan saya duduk didekat pintu dalam sebuah kursi roda selama 2 atau 3 menit sambil berdoa. Hal ini merupakan pengalaman yang menakjubkan.

Kami mengunjungi Nisan-nisan lainnya disitu lalu kami akhiri dengan berkunjung ke taman kurma Siti Fatima. Nabi Muhammad membangunnya bagi putrinya, kami membeli sekeranjang yang beratnya 15 kg kurma (sangat mahal) untuk dibagi-bagikan pada sanak keluarga dirumah.

Di Medinah kami mohon diri dari Qasi, ayah memberikan padanya sekedar baksish sebagai suatu pemberian dalam sebuah amplop, dia begitu menyenangkan dan bersifat menolong sehingga kami merasa cukup sedih waktu melihat mobilnya membelok menuju kearah tempat Sheikh dengan membawa salam dari kami.

Dari Medinah kami terbang ke Baitulmukadish (Jerusalem) ditempat mana kami bertemu dengan jemaah yang penuh sesak dari kepercayaan Islam, Yahudi dan Kristen. Musim Haji tiap tahun berbeda waktunya selama 10 hari sesuai perhitungan bulan dan tahun ini bertepatan dengan masa raya Paskah Yahudi dan umat Kristen. Mesjid di Jerusalem dinamakan mesjid Al-Aqsa mesjid yang terjauh kearah mana Nabi Muhammad berkiblat sebelum Mekkah dijadikan Pusat Agama Islam baginya. Kubah batu karang yang didirikan tepat disebelahnya mempunyai sangkut paut dengan Nabi Ibrahim, Daud membelinya dan Soleman membangun Kaabahnya, disini yang dihancurkan Titus dan disini Nabi Isa berjalan dan mengajar.

Sekarang orang-orang Yahudi meratap pada sisa dinding itu, karena mereka telah kehilangan KemuliaanNya. Kami hanya tinggal semalaman disebuah penginapan dekat Kubah di batu karang dan saya tidak pergi kesana karena perasaanku cukup kecewa sebab tidak mengalami kesembuhan.

Besoknya kami berangkat menuju Karbala di Irak untuk melihat tempat dimana cucu Nabi Muhammad Husein serta keluarga dan para pelayannya sejumlah 72 orang dikuburkan, hal ini merupakan akibat dari peperangan yang mengerikan sewaktu Husein dan ke 72 pengiringnya yang gagah berani bertempur melawan Khalifah Yazid dari Syria dan disini mereka mati sahid. Sejak waktu itu kami Muslim Shiah selalu mengenangkan ulang tahun kematiannya dengan pawai perkabungan di jalan-jalan dimana para pria dan anak-anak lelaki berjalan sambil memukul mukul dirinya, dalam bulan Muharam orang-orang mengenakan pakaian hitam dan tidak ada seorangpun dikota seperti Jhang akan berpikir untuk menyelenggarakan perkawinan bagi keluarganya. Kami berdoa memohonkan kesembuhan di Karbala, tapi tidak ada yang dikabulkan.

Kami telah menjalani Ibadah Haji selama sebulan dan sesudah waktunya pulang kerumah, ketika sedang menunggu pesawat ke Karachi, ayah memandangku: Tuhan menguji engkau, demikian pula aku, jangan putus harap. Mungkin pada suatu waktu dalam hidupmu engkau akan disembuhkan. Ayahku tercinta yang baik begitu sabar dan setia, beliau berusaha membangkitkan semangatku dan ia merasakan akibat yang diinginkannya, imanku yang lemah bangkit kembali. Saya berkata baiklah saya tidak akan putus harap, saya akan tetap setia pada Nabi dan Allah, lalu saya tertawa untuk menunjukkan bahwa sebenarnya saya tidak kecewa.

Kembali dengan keadaan yang sama halnya dengan pada waktu datang. Beliau menunduk dan menciumku, saya mengharap hal seperti ini darimu katanya. Para pembantuku membisikkan: Bibi tunggulah kehendak Allah. Jadi kami terbang menuju Lahore melalui Karachi dengan adanya perasaan bahwa terdapat beberapa berkat imbalan khusus yang melekat dalam diriku karena ibadah haji ini. namun menyadari bahwa kami harus menunggu waktu Allah untuk dikabulkan, kami dijemput oleh keluarga kami di bandara beserta para pembantu kami. Mereka membawa karangan-karangan bunga berwarna ungu & kuning berbau harum dikalungkan dileher kami. Meraka semuanya menjamah kami dan mengucapkan Allahhu Akbar karena merupakan suatu berkat bila seseorang menyentuh seorang haji, mereka memandang padaku masih lumpuh tapi tidak berikan sesuatu komentar.

Ayah berkata pada saudara-saudaraku lelaki dan perempuan," Allah bukannya Tuhan yang tidak adil, kita harus bersabar menantikan waktu Allah, benar, adik kamupun harus memiliki kesabaran untuk menunggu. Kami bermalam di Lahore disebuah bungalow milik salah seorang keluarga dan perjalanan pulang dilaksanakan keesokan harinya dalam sebuah iringan mobil untuk mendapat penyambutan dari anggota rumah tangga lainnya dengan suatu ucapan Selamat Datang dengan penuh sukacita.

 

Bersambung Ke Bagian (6)

 

Comments
Add NewSearch
Write comment
Name:
Subject:
[b] [i] [u] [url] [quote] [code] [img] 
 
 
:angry::0:confused::cheer:B):evil::silly::dry::lol::kiss::D:pinch:
:(:shock::X:side::):P:unsure::woohoo::huh::whistle:;):s
:!::?::idea::arrow:
 
Security Image
Please input the anti-spam code that you can read in the image.
 
< Prev   Next >