Hamba Tuhan
Login





Lost Password?
No account yet? Register
Find Us on Facebook
Shalom, bagaimana kabar Anda hari ini? Silahkan login atau register.
Cadar Yang Terkoyak 13/21 PDF Print
User Rating: / 0
PoorBest 
Tuesday, 18 September 2007

Beliau memberikan sedikit penjelasan tentang sekolah itu dan bagaimana mereka melayani anak-anak buta yang tidak dapat dididik dengan sistim normal. Beliau merasa bahwa ia dapat mencarikan pekerjaan bagiku disana sebagai salah seorang ibu pengasuh. Saya setuju dan sambil memikirkannya timbul perasaan gembira dihatiku. Saya telah menghadap kepala sekolahnya dan dalam waktu yang sangat singkat telah diatur bahwa beliau datang menjemputku dengan mobilnya. Ketika keesokan harinya kami mengendarai mobil melewati jembatan Old Ravi dengan air sungainya yang agak kotor lalu masuk ke halaman sekolah "Sunrise" yang berbentuk empat persegi, rasanya saya sedang melepaskan diri dari hidupku yang lampau. Mulai dari sekarang saya adalah manusia baru dengan nama baru dan mempunyai tujuan yang baru.

Masa-masa yang saya lalui sebagai seorang ibu pengasuh di Sunrise school for the blind Lahore, menandakan suatu tahapan pertumbuhan. Dari keadaan tergantung pada orang lain, saya mendapatkan suatu perubahan yang drastis, tiba-tiba diserahi tanggung-jawab untuk mengasuh sekolompok anak-anak kecil yang buta dan harus melayani kebutuhan-kebutuah fisik mereka. Dalam suatu dunia yang sama sekali baru bagiku, saya harus belajar mengatasi permasalahan, berdiri diatas kaki sendiri. Hal ini bukanlah tugas yang mudah. Memang tidak gampang, tapi masih lebih baik dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.

Bangunan berbatu bata merah yang kokoh ini telah mengalami banyak perubahan sejak dibangun oleh pendirinya, seorang India, Sir Ganga Ram sebagai sebuah rumah sakit kusta. Abunya ditempatkan di rumah di bagian dalam sebuah 'samedhi' yang keadaaanyya sudah menyedihkan. Nona Fyson mengambil alih lembaga tersebut pada tahun 1958 dan merubahnya menjadi sekolah Kristen bagi orang-orang buta, dan beliau pensiun tahun 1969. Saya mengenangnya dengan perasaan sedih yang mendalam. Bagiku bangunan ini merupakan bangunan yang terlindung untuk belajar hidup dalam dunia yang berada di luar kerudungku.

Sebagai suatu tanda pemutusan terhadap cara hidupku yang lama, saya memotong rambutku menjadi pendek dan menjahitkan dua baju putih yang saya pakai bersama 'shalwar kameeze' waktu ke luar. Di sini, dengan perasaan girang saya menerima upahku yang nyata - bukan dalam bentuk mata uang rupee karena gajiku hanya 40 rupee per bulan, tapi dalam curahan kasih sayang yang luhur dari anak-nak asuhanku yang masih kecil-kecil. Umur anak-anak di sekolah itu berkisar antara 5 - 16 tahun, separuh beragama Islam dan separuhnya beragama Kristen, dan mereka bekerja sama serta bermain bersama dengan sangat bahagia. Satu-satunya yang memisahkan mereka hanyalah pengajaran agama serta waktu pelaksanaan sembahyang.

Ada 40 anak dalam seksiku di sekolah itu. Tugasku ialah menjaga anak-anak lelaki yang lebih kecil, menemani mereka makan, menuntunnya waktu bermain di halaman sekolah dan tidur di asrama mereka. Saya juga bertugas mengurus pakaian-pakaian mereka dan beberapa kerja cuci - mencuci, membantu mereka muncici sendiri, mengatur tempat tidurnya dan mengawasi pelaksanaan sesuatu tugas yang belum dapat mereka kerjakan dengan baik ; mencuci piring-piringnya sesudah makan. Saya juga bertugas membersihkan jendela-jendela dan meja-meja. Di samping itu saya harus mengajarkan pelajaran Alkitab kepada anak-anak dan setiap dua minggu sekali saya mendapat giliran membawa mereka ke gereja.

Ada dua ibu pengasuh lagi, mereka bersaudara bersepupu, beragama Kristen. Mulanya bereka tidak ramah, hanya berbicara di antara mereka saja dan tidak menyapa saya walaupun kami sama-sama bekerja secara dekat serta menunjukan perasaan ketidak-senangannya dengan cara yang tidak menyenangkan. Namun, sesudah beberapa hari mereka menjadi hangat terhadapku dan mulai membantuku menyelesaikan pekerjaan yang sukar bagiku serta menjadi penterjemah bagiku terhadap kepala sekolah yang hanya berbicara Inggris dan tidak berbicara bahasa Urdu.

Sekarang, jika mereka pergi mengambil pasta atau sabun di kantor Kepala Sekolah, mereka juga meminta bagianku. Mereka membantuku bila saya menemui kesulitan karena kemampuanku yang terbatas. Pekerjaan-pekerjaan itu lebih kasar dari apa yang biasa saya lakukan sebelum ini padahal tangan-tanganku halus. Pada minggu pertama, tanganku menjadi begitu berkeriput karena sabun yang kami gunakan ketika mencuci pakaian. Lalu sebelah tanganku melepuh waktu bekerja di dapur. Akhirnya sewaktu sedang membersihkan meja, tanganku terluka dan berdarah. Sangat tidak enak rasanya.

Rosina, salah seorang mereka, menemaniku menghadap Kepala Sekolah sebagai penterjemahku. Beliau sangat simpatik, namun sewaktu memberikan salep kepada Rosina untuk lukaku beliau berkata, "Saya tidak dapat melakukan sesuatu apaun untuk membebaskanmu dari tugas ini. Maafkan saya, tapi bila anda tidak dapat melaukannya maka anda terpaksa harus berhenti bekerja. Coba lihat, apakah kawan-kawanmu yang lain dapat membantumu."

"Jangan kuatir, kami akan menolongmu," kata Rosina menghiburku waktu kembali ke asrama dan saya memberikan senyuman terima kasih untuknya.

Kembali di kamarku saya mengeluhkan kesukaran-kesukaran kepada Sumber Penghiburanku yang tidak pernah mengecewakanku. Segera saya sadari, bahwa tanganku hanya terluka saja - itu pun mungkin karena keteledoranku sendiri - tangan-tangan Kristus telah dipakukan ke kayu salib untukku dan penderitaan-penderitaanku sama sekali tidak ada bandingannya dengan penderitaaNya.

Bagaimana pun secara tidak terlihat, saya sedang dan akan menghadapi perjuangan-perjuangan yang lebih serius. Begitu tiba di Sunrise saya menelpon kakakku laki-laki yang lebih muda, Alm Shah. Kukatakan padanya, "Saya rasa kakak perlu tahu bahwa dengan sesungguh-sungguhnya saya telah menjadi seorang Kristen dan kini saya bekerja di sebuah sekolah untuk anak-anak yang buta di Lahore." Terdengar sebuah tarikan napas panjang di ujung telepon itu, "Apa-apaan yang telah kau lakukan ini?" kata Alim Shah, " Mari, pulanglah ke rumah dan lupakan semuanya ini."

"Sekarang saya telah menemukan Jalan, Kebenaran dan Hidup, bagaimanakah saya dapat melupakan semua ini begitu saja?"

Ia berkata, "Apakah kau sudah menjadi gila? Jika kau tetap mengatakan hal semacam ini padaku maka pintu rumahku akan tertutup selamanya untukmu. Sepanjang yang menyangkut diriku, bagiku, kau sudah mati."


"Baiklah, coba katakan kepadaku tentang hal ini : bagaimana saya dapat meninggalkan kebenaran dan kembali kepadamu? Saya tidak dapat melakukannya, betapa pun harganya!"

Nada suaranya kecut dan datar, "Baiklah, bila demikian pintu rumahku akan tertutup bagimu, kau sudah mati! Saya tidak mau melihat mukamu lagi dan kaupun tidak akan melihat mukaku lagi!"

Saya tersenyum karena pernyataan itu, "Baiklah, jika pintu rumahmu tertutup maka pintu rumah Bapaku di Surga terbuka untukku. Jika bagimu saya telah mati, hal itu karena saya telah mati di dalam Yesus Kristus, dan jika kakak pun mati di dalam Yesus Kristus maka kakak juga akan hidup dan kemudian kakak akan berjumpa denganku." Ia menjawab dengan membantingkan gagang teleponnya.

Pada hari yang sama, saya menulis surat untuk pamanku, mengatakan bahwa saya telah menjadi seorang Kristen dan telah dibaptiskan. Saya juga menulis untuk Safdar Shah, mengatakan hal yang sama. Saya menunggu-nunggu untuk melihat apa reaksi yang akan mereka lakukan melalui suatu penantian yang cemas, dengan perasaan rindu akan pengertian mereka agar mau menerima saya sebagaimana keadaanku sekarang dan mengijinkan saya tinggal bersama mereka lagi. Tapi jauh di lubuk hatiku saya tahu bahwa keadaan ini kelihatannya tidak mungkin menjadi kenyataan. Mereka tidak akan pernah memberikan kemerdekaan padaku untuk beribadah sesuai dengan keinginanku bila saya pulang.

Selama ini saya tidak percaya terhadap seorang pun di sekolah itu. Hal ini sejalan dengan nasihat pendeta Aslam Khan. Saya berada dalam suatu posisi yang sulit, di mana begitu banyak tantangan sedang berkembang dan menunggu waktu dan pendeta yang baik hati itu benar-benar khawatir terhadap keselamatanku serta orang-orang Kristen lainnya yang tersangkut denganku. Jadi ketika anak-anak menanyakan padaku tentang diriku, saya menghindar untuk menjawabnya secara langsung. Tapi ada banyak bahan yang dapat saya ceritakan pada mereka. Mereka senang mendengarkan bila saya menceritakan pada mereka tentang kisah-kisah Alkitab.

"Oh Ba-ji", serunya kalau sudah tiba waktunya untuk tidur, "ceritakan satu cerita lagi."

"Baiklah, hanya satu cerita lagi dan sesudahnya lampu akan dipadamkan." Lalu saya akan membacakan pada mereka cerita-cerita yang diajarkan Tuhan Yesus tentang 99 domba yang selamat di dalam kandangnya, sedangkan seekor lagi hilang di bukit-bukit. Saya ceritakan pada mereka tentang si anak bungsu yang memintakan semua harta warisan dari ayahnya lalu memboroskan semuanya sampai tidak ada seorang pun juga yang mau berkawan dengannya dan tidak orang tua yang mau mengambilnya sebagai menantu. Saya ceritakan juga tentang kisah yang ada di dalam Al Quran mengenai Abraham dan Ishak serta Ismail juga Sarah dan hagar. Umat Islam percaya bahwa Abraham ( yang dkenalnya sebagai nabi Ibrahim ) mempersiapkan anaknya Ismail untuk dikurbankan. Menurut Alkitab yang hendak dikurbankan ialah Ishak, yaitu anak perjanjian.

Di sekolah itu ada peraturan yang melarang untuk menonjolkan perbedaan pada ajaran agama (warna agama) apabila kami mengisahkan cerita Alkitab kepada anak-anak Islam, jadi saya patuh akan ketentuan ini. Saya menceritakan kedua versi tersebut pada mereka lalu bertanya, "Mana yang benar ?" Tentu masing-masing kelompok akan berkata bahwa versi merekalah yang benar. Setidak-tidaknya, mereka mengetahui dari saya tentang kedua versi cerita itu.

Kami menyanyi bersama-sama. Saya mengajarkan nyanyian-nyanyian rohani serta koor-koor pada mereka dan semua anak ini menyukainya. Sebuah lagu yang paling digemari dan dinyanyikan dengan penuh semangat ialah :

"Nyanyikanlah kepadaku berulang-ulang, kata-kata kehidupan yang ajaib, biarlah saya dapat melihat lebih banyak lagi keindahannya, kata-kata kehidupan yang ajaib."

Kira-kira sesudah jam 9 malam kegiatan harian kami berakhir lalu saya memperoleh waktu untuk membaca dan mempelajari Alkitab seorang diri. Setiap kali saya membukanya, saya menemukan hal yang sama terjadi : rasanya seakan-akan ada seorang penterjemah bagiku yang membantuku untuk mengerti. Jika saya bertanya pada diriku di suatu malam: "Apa artinya ini?", maka saya dapat memastikan bahwa sebelum beberapa hari berlalu saya telah dapat mengerti tentang hal tersebut.

Kesadaran rohani sedang bertumbuh. Cara belajar semacam ini sama dengan apa yang saya dapatkan dari anak-anak yang buta itu. Mereka menghadapi semua rintangannya dengan sabar dan sukacita. Untuk itu saya mencintai mereka dan sambil mengawasi mereka, saya juga mendapatkan pelajaran-pelajaran. Mungkin saya begitu memahami situasi mereka karena sewaktu memperhatikan mereka bermain-main saya merasa bahwa saya pun buta terhadap Kasih Allah, sekarang saya sudah dapat melihat.

Lalu rekasi dari keluargaku datang. Saya menerima sepucuk surat dari Safdar Shah. Saya telah menunggu-nunggu suratnya dengan perasaan takut. Sebagaimana biasa, ia memulai suratnya dengan kata-kata sopan dengan mengatakan bahwa ia tidak pernah mengira untuk mendengar berita semacam itu dariku : " Kau adalah adik perempuanku yang tercinta. Selama ini kau sangat mencintai Allah dan selama ini ayahku juga sangat mencintaimu dan kau banyak belajar tentang Isalm dari beliau. Sebenarnya saya tidak perlu mengatakan hal ini kepadamu - kau paham tentang hal itu. Kau seharusnya tahu bahwa anak perempuan dari keluarga Sayed tidak diperbolehkan melakukan seperti apa yang kau lakukan sekarang. Kau harus kembali, adikku Alim Shah telah memberitahukan kepadaku bahwa kau telah memeluk agama Kristen dan percaya pada Yesus sebagai Anak Allah. Hal ini adalah suatu tindakan yang salah baik bagi keluarga maupun agama kita. Kusarankan padamu agar segera setelah membaca surat ini kau datang ke rumahku dan dengarlah nasihatku. Kau sendiri tahu bahwa saya memegang semua akte dari seluruh kekayaan/harta yang dimiliki atas namamu. Harta ini tidak dapat diberikan kepada seorang Kristen yang sebelumnya adalah seorang Sayed."

Ia menambahkan bahwa seluruh Pakistan telah mengetahui bahwa sekarang saya telah menjadi seorang Kristen dan karena itu tidak mempunyai hak atas harta ini. Surat itu ditutupnya, " Jika kamu tidak meninggalkan Kekristenanmu maka saya tidak akan berdiam diri dan akan mengerahkan segala kemampuanku untuk menarikmu kembali. Agamaku memperkenankan saya untuk membunuh seorang adik perempuan yang telah murtad dan menjadi pemeluk agama lain."

Saya terkenang akan bungalowku dengan dindingnya yang bercat putih dan saya mau menangis. Apa yang saya hadapi ini tidak adil rasanya. Tapi sambil berdoa untuk keadaan ini saya menemukan Firman dalam Yohanes 14 :1-4: "Janganlah gelisah hatimu. Percayalah kepada Allah, percayalah juga kepadaKu. Di rumah BapaKu ada banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu."

Kata-kata ini memberikan penghiburan bagiku. Untukku telah dijanjikan mendapat sebuah tempat tinggal di atas (Surga). Saya merobek surat itu dan membuangnya ke keranjang sampah. Lalu saya pergi berkumpul dengan yang lainnya. Ikut menyanyi bersama sambil menghayati kata-kata nyanyian : " Yesus Kawan yang Sejati."

Tiga hari kemudian datang rekasi ketiga - sebuah surat dari pamanku, dari rumah. Panjangnya 10 halaman, ditulis di atas kertas blok note putih di dalam amplop biru. Di dalamnya beliau mengatakan bahwa mereka sangat rindu kepadaku, menyebutkan nama Salima dan Sema - " Siapa yang akan mereka layani sekarang?" Berita ini cukup memukul perasaanku. Di dalam surat itu beliau meminta padaku untuk kembali ke rumah dengan kata-kata yang penuh dengan kasih sayang dan ditutup dengan: "apakah anda telah menjadi kafir? Kami berdoa semoga anda kembali lagi ke ke-islaman-mu dan ke rumahmu!"

Cahaya matahari menyinari anak-anak yang sedang bermain di rerumputan di tengah-tengah halaman asrama itu, tapi di tempat saya berdiri sambil memegang surat itu terasa adanya suatu bayangan ketakutan dan kebimbangan yang kelabu sedang menggenggamku dengan tangannya yang basah dan berkeringat. Saya melipat surat itu seraya berdoa," Oh Tuhan Yesus, saya tidak pernah melakukan suatu kesalahan pun terhadap mereka, kenapa mereka memperlakukan saya sedemikian? Kini saya benar-benar dikelilingi mereka, dapatkah Tuhan memberikan kepadaku, jawaban yang harus saya utarakan kepada mereka ?"

Ketika ada waktu tersedia bagiku untuk memikirkan hal itu lagi, saya melihat suatu sudut pandang yang berbeda sekarang. Mereka tidak mau memberikan harta milikku kepadaku, jadi setidak-tidaknya saya terbebas dari beban-beban yang disebabkan olehnya.

Saya dapat membaktikan diriku untuk melayani di sekolah bagi orang-orang buta, pergi ke gereja serta beribadah. "Bukankah keadaan ini lebih baik bagiku bila dibandingkan dengan hidupku yang tanpa daya, tanpa guna yang kujalani selama ini, lumpuh di atas tempat tidurku ?" kataku kepada diriku sendiri. Sehari penuh saya berpikir dan berdoa untuk jawabanku dan ketika menjawabnya saya menjawabnya, saya menuliskannya di atas secarik kertas putih dari buku catatan:

Paman Yang Kekasih, Surat Paman telah saya terima dan saya menyadari akan semua yang telah paman utarakan. Dengan rasa hormat saya yang sedalam-dalamnya saya ingin menunjukan lima kenyataan: Saya telah menemukan jalan yang adalah jalan lurus kepada Allah. Yesus berkata: "Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput." (Yohanes 10:9) Jika paman pergi ke suatu rumah manapun, paman tidak dapat masuk kecuali melalui pintunya. Ada satu pintu menuju kepada Allah dan pintu itu ialah Yesus. Siapapun yang tidak menerima jalan Kristus, tidak dapat mengetuk pada pintu itu. Para Nabi adalah penjaga-penjaganya (chowkedars).

Saya telah menemukan Kebenaran. "Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada-Ku. Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepada-Ku? "

Saya telah menemukan Kehidupan. Yesus berkata, "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati." (Yoh 11:25) Saya telah menerima pengampunan atas dosa-dosaku.

Saya telah memperoleh kehidupan yang kekal. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."(Yoh 3:16)

Paman menyebut saya seorang kafir, marilah datang dan saksikanlah melalui kelima kenyataan yang telah saya temukan. Bila paman tidak dapat menunjukan sesuatu bukti tentang tuduhan ini, saya peringatkan untuk jangan menyebut saya seorang kafir.

Saya tidak menyinggung sama sekali tentang harta - benda atau hal-hal lainnya. Sejak saat itu sampai sekarang saya belum lagi mendapat jawaban atas suratku ini. Sesudah itu, selama beberapa bulan saya dibiarkan tanpa gangguan, tapi kemudian saya mengetahui bahwa beberapa minggu setelah menerima jawaban suratku, paman dan bibi mengemasi barang-barangnya, kabarnya pergi menuju Karachi dan meninggalkan rumah kami. Ada yang mengatakan bahwa mereka pergi ke Iran karena mereka adalah penganut Muslim Shiah. Hal ini mereka lakukan karena merasa takut terhadap kemarahan Safdar Shah yang menuduh mereka sebagai penyebab, sehingga harus mempertanggung-jawabkan semua yang telah terjadi.

 

PERSAUDARAAN
Bulan Desember tiba bersamaan dengannya datanglah masa persiapan untuk hari Natal. Bagian terbesar anak-anak itu akan pulang ke rumahnya, tapi ada beberapa yang tinggal. Jadi kami membuat dekorasi di ruangan makan dengan menempatkan sebuah pohon dengan menghiasinya dan membuat sebuah palungan sehingga terpancar rasa ingin tahu mengenai ceritera yang sederhana perihal bayi Kristus yang datang bagi wajah-wajah yang berbahagia dan bersukacita. Bagiku peristiwa ini juga merupakan suatu pengalaman - cicipan pertama bagiku untuk pesta Kristiani ini. Rasanya sesuai dengan bunyi nyanyian yang telah sering saya nyanyian waktu itu.

 

Bersambung Ke Bagian (14)

 

Comments
Add NewSearch
Write comment
Name:
Subject:
[b] [i] [u] [url] [quote] [code] [img] 
 
 
:angry::0:confused::cheer:B):evil::silly::dry::lol::kiss::D:pinch:
:(:shock::X:side::):P:unsure::woohoo::huh::whistle:;):s
:!::?::idea::arrow:
 
Security Image
Please input the anti-spam code that you can read in the image.
 
< Prev   Next >