Hamba Tuhan
Login





Lost Password?
No account yet? Register
Find Us on Facebook
Shalom, bagaimana kabar Anda hari ini? Silahkan login atau register.
Keluarga Tong PDF Print
User Rating: / 9
PoorBest 
Friday, 12 September 2008

Andar Ismail

Stephen Tong, Caleb Tong, dan Solomon Tong, dikenal masyarakat Indonesia sebagai tokoh gereja. Hebat, tiga kakak beradik jadi tokoh.


Tunggu dulu! Bukan bertiga, tetapi bertujuh. Tujuh kakak beradik jadi tokoh tersebar di berbagai negara. Siapa gerangan ibu yang mendidik ketujuh putra itu?

Ibu itu bernama Tan Tjien Nio. Biografinya berjudul Sons for the Master karangan Freda Hatfield setebal 357 halaman. Simak arti harfiahnya; Putra-putra untuk Sang Pemilik.

 

Ibu Tjien lahir di Yogyakarta pada tahun 1909. Ia murid SMP berbahasa Belanda. Pada suatu hari, tiga pria bertamu. Tjien disuruh menyajikan teh. Sepulang rombongan tamu, Tjien diberi tahu bahwa ia akan dinikahkan! Menikah? Astaga! Ia sangat terkejut. Umurnya baru 16 tahun! Ia berusaha mengingat wajah ketiga pria itu. Yang mana calon suaminya?

Begitulah pada usia 17 tahun Tjien menikah dengan Tong Pai Hu, usia 36 tahun, pengusaha di Semarang berasal dari Xiamen. Setelah dua tahun di Semarang, Ibu Tjien ikut suami menetap di Xiamen. Putra demi putra lahir di sana. Semuanya tujuh putra.

Pada suatu hari Ibu Tjien dikunjungi kaum ibu gereja. Ia heran mendengar doa cara Kristen. Doa itu tenang dan teduh, bagaikan berbisik kepada Tuhan. Biografinya mencatat, Never before had she heard anyone pray to the Christian God... somehow it calmed her weary spirit... something that nudged at the worry and despair within her, as if to dislodge it.

Ia jadi tertarik pada iman Kristen, lalu beribadah di gereja bersama keluarga. Ternyata para putranya lebih pandai bernyanyi ketimbang dia. Kemudian mereka dibaptis.

Perang semakin meluas dan menyengsarakan. Makanan langka. Suami Ibu Tjien sakit keras, lalu meninggal dunia. Tiba-tiba seluruh beban hidup dipikul oleh Ibu Tjien. Usianya baru 32 tahun. Bagaimana memberi makan tujuh anak? Si sulung baru 14 tahun, si bungsu 18 bulan. Ia membuka toko jahit untuk menghidupi dan menyekolahkan anak.

Kemudian Ibu Tjien mempertimbangkan untuk pulang ke Indonesia. Ia merasa hari depan putra-putranya adalah Indonesia. Tetapi mana uang untuk perjalanan dan modal hidup?

Lalu ia teringat bahwa anak-anaknya begitu mempercayakan diri kepadanya. Kalau begitu mengapa tidak mempercayakan diri kepada Kristus? Ia berdoa, Lord, my little ones... how they depend on me... help me to trust You as much as they trust me.

Dengan membawa lima bocah Ibu Tjien kembali ke Indonesia pada tahun 1947. Ia membuka toko jahit di Surabaya. Dengan kaki dan tangan yang nyeri akibat siang malam menjahit, ia membesarkan anak-anak. Ia berpegang pada nasihat Rasul Paulus, "Tetapi jikalau seorang janda mempunyai anak atau cucu, hendaknya mereka itu pertama-tama belajar berbakti kepada kaum keluarganya sendiri..." (1 Tim 5:4). Biografi mencatat doanya, I won't remarry, Lord, Ia will devote myself to raising my children and to Your service.

Melalui mesin jahit Ibu Tjien memberi makan putra-putranya. Pernah ia mendapat sepotong daging ham. Anak-anak bersorak girang, "Kapan dimakannya?" Ia menjawab, "Tunggu sampai Imlek."

Tiap hari anak-anak bertanya lagi. Lalu datang seorang sepupu. Ibu Tjien mengambil pisau dan hendak membagi daging itu. Tetapi sepupunya berkata, "Kalau mau memberi, berikan saja seluruhnya." Ibu Tjien dan semua anak bengong. Ketika sepupu itu pergi para putra itu menangis tersedu-sedu.

Masih ada pertanyaan; bagaimana cara Ibu Tjien mendidik sehingga kini ketujuh putranya menjadi tangguh? Mungkin karena ia memberi peluang kepada mereka untuk berprakarsa dan berjuang. Masih di sekolah dasar anak sudah membantu mencari nafkah. Tiap anak boleh berbeda pendapat.


Di meja makan tiap hari putra-putra itu gaduh berdebat. Tulisnya; The noise level of dinner conversation had been almost unbearably high.

Melihat putra-putranya kini menjadi berkat bagi gereja dan masyarakat Indonesia, Ibu Tjien bersyukur bahwa dulu ia membawa mereka pulang ke Indonesia. Tulis biografi ini, it was well, she now knew, for the furtherance of the Gospel in this land, that she had brought her young ones to Indonesia when she had. Misinya genap dalam usia 68 tahun.

Ketika duduk sekelas dengan Stephen Tong dan Caleb Tong di Malang selama satu semester, saya mengagumi ketangguhan mereka. Siapa gerangan ibu mereka? Di balik putra yang tangguh tersembunyi seorang ibu yang tangguh.

 

Comments
Add NewSearch
hengky andrian   | 19-09-2008 17:59:55
thx brother Johan, buat emailnya, maaf baru sempat buka. Gbu.
PSt. Harun Dethan - Keluarga Tong   | 28-08-2012 19:13:42
Tokoh Wanita yang luar biasa, Ibu yang Tangguh yang menghadirkan dan mendidik tokoh2 yang tangguh. Jika semua Ibu seperti Ibunya Keluarga Tong, pasti tidak ada orang Kristen yang murtad karena kekurangan makanan dan karena pernikahan. www.harundethan.org saya sangat diteguhkan oleh tulisan biografi ibu keluarga Tong. HD
PSt. Harun Dethan - Keluarga Tong   | 28-08-2012 19:14:15
Ajax request failed.
Write comment
Name:
Subject:
[b] [i] [u] [url] [quote] [code] [img] 
 
 
:angry::0:confused::cheer:B):evil::silly::dry::lol::kiss::D:pinch:
:(:shock::X:side::):P:unsure::woohoo::huh::whistle:;):s
:!::?::idea::arrow:
 
Security Image
Please input the anti-spam code that you can read in the image.
 
< Prev   Next >