Hamba Tuhan
Login





Lost Password?
No account yet? Register
Find Us on Facebook
Shalom, bagaimana kabar Anda hari ini? Silahkan login atau register.
Iman Yang Perkasa PDF Print
User Rating: / 4
PoorBest 
Wednesday, 25 March 2009

Oleh: Allen Harris

 

Aroma lezatnya daging yang baru selesai dimasak dan harumnya anggur semerbak memenuhi ruangan di mana Daniel dan teman-temannya duduk bersantap. Pemuda-pemuda Israel lain yang duduk di sekitar mereka tampaknya sudah mulai menikmati lingkungan mereka yang baru ini. Daniel tidak dapat menyalahkan mereka. Sebab godaan untuk menikmati segala kemewahan yang disediakan itu memang sulit ditolak karena meskipun mereka berasal dari keturunan raja dan bangsawan, mereka adalah tawanan yang tidak mempunyai harta kekayaan lagi.

Sementara itu Daniel cukup puas dengan memakan sayur-sayuran saja. Pada awalnya pemimpin pegawai istana yang ditugaskan mengurus mereka enggan memenuhi permintaan Daniel. Tetapi Daniel yang ketika itu masih remaja memberikan kepadanya alasan yang sangat meyakinkan, dengan menantangnya: “Adakanlah percobaan selama sepuluh hari; berikanlah kepada saya dan ketiga sahabat saya sayuran saja untuk dimakan. Setelah sepuluh hari, kalau kami kelihatan lemah daripada pemuda-pemuda yang lain, kami akan menyantap semua hidangan yang disediakan.” Daniel 1:12-13. Karena kehendak Tuhan, tantangan itupun diterima.

 

Daniel sendiri sebenarnya heran, mengapa pemimpin pegawai istana itu berbaik hati dan mau memenuhi permintaannya. Apalagi pegawai istana itu termasuk salah satu anggota pasukan tempur Babilonia yang ikut menaklukkan Yerusalem, mengalahkan bangsanya serta mengangkut Daniel dan teman-temannya sebagai tawanan ke Babilonia. Tak lama setelah itu, atas perintah raja, pemuda-pemuda Israel yang terbaik dan cerdas dibawa ke “sekolah” Babilonia ini, untuk dididik.

 

Ketika itu Daniel dan teman-temannya tetap berpegang pada iman dan pilihan mereka. Di hati mereka tetap berkobar hadirat Tuhan Yang Benar dan Esa dan tidak ada tempat bagi dewa-dewa Babilonia. Makanan yang disediakan memang menggugah selera, tetapi makanan-makanan itu bertentangan dengan kaidah kekudusan yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Bagaimana mungkin ia membiarkan tubuhnya menerima makanan yang akan ‘meracuni’ tubuh dan roh ini?

 

Ketika tiba hari kesembilan dari percobaan sepuluh hari itu, Daniel merenungkan sikap yang telah diambilnya. Ia dikelilingi oleh perdebatan dan godaan. Di satu sisi, ia menyaksikan betapa hebatnya kebesaran dan kejayaan kekaisaran Babilonia. Di sisi lain, ia melihat teman-teman masa kecilnya meninggalkan ‘iman’ dan Tuhan mereka serta menggantikannya dengan kekayaan dan kesempatan yang ditawarkan penguasa Babilonia. Daniel mendapati dirinya terjebak antara godaan kenikmatan hidup dan fakta bahwa para pemuda Israel berkompromi dengan hal-hal yang tidak kudus di hadapan Tuhan demi memperoleh kenikmatan dan kemewahan.

 

Semakin dalam Daniel merenung, semakin sadarlah ia akan beberapa hal yang berubah akhir-akhir ini. Ia memang merasakan tekanan yang semakin memuncak di dalam dirinya. Dari lubuk hatinya, ia mendengar jeritan yang mengatakan: mengapa tidak? Jeritan itu datang dari lidah dan kedagingannya yang selalu rindu dan ingin mengecap makanan-makanan lezat yang disajikan untuk semua ‘tawanan’ itu. Seolah-olah Daniel dapat melihat serpihan cita-cita yang hancur di balik mata mereka. Dari dulu Daniel memang punya kemampuan ‘khusus’. Dan saat ini sepertinya Tuhan sedang mempertajam kemampuannya itu.

Mulutnya menggumam, mengucapkan doa dan ketika itu Daniel menyadari bahwa jeritan yang keluar dari batinnya itu berasal dari Tuhan yang penuh dengan belas kasihan kepada teman-temannya yang tampaknya telah meninggalkan harapan untuk bersatu kembali membangun Israel. Tetapi puji syukur, ia masih menemukan tiga orang temannya yang masih setia.

 

Ketika hari kesepuluh tiba, ia dan ketiga temannya tidak saja kelihatan lebih sehat dan lebih kuat daripada yang lain, tetapi pikiran mereka pun menjadi jauh lebih jernih dan cemerlang; pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terasa begitu mudah untuk dijawab dan setiap masalah yang diajukan menjadi begitu ringan untuk dipecahkan.

 

Sekalipun harus tinggal dalam suatu kebudayaan yang penuh dengan pemujaan kepada dewa-dewa, Daniel dan ketiga temannya tetap merasakan hadirat Tuhan.

 

Ketika senja mulai tiba, Daniel mempersiapkan pikiran dan hatinya pada hari esok. Apakah saya akan lulus? Apakah saya akan diijinkan untuk tetap mengikuti kaidah kekudusan makanan yang diperintahkan Tuhan? Atau, apakah saya akan dipaksa menyantap hidangan yang telah dipersembahkan kepada dewa-dewa itu? Setiap kali pikiran itu muncul, ia berdoa dan menyerahkannya kepada Tuhan.

 

Setiap hari, sampai larut malam Daniel terus giat belajar. Ketika hendak tidur, mengamati teman-teman lainnya sudah sangat kelelahan. Tuhan benar-benar memberikan kepada saya dan teman-teman kekuatan untuk melewati saat-saat pencobaan ini. Alkitab mencatat bahwa Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego memang baik-baik saja. Ketika dibandingkan dengan pemuda-pemuda lainnya, pegawai istana itu menemukan tidak seorang pun dapat menandingi kondisi fisik Daniel dan sahabat-sahabatnya itu. Mereka ternyata lebih sehat dan lebih bugar daripada yang lain. Karena itu, mereka diijinkan untuk meneruskan menu makan mereka yang menyenangkan hati Tuhan.

 

Selain itu, Daniel menjadi sangat terkenal di antara rekan-rekannya. Kemampuan ‘khusus’nya tidak tertandingi. Tuhan membuka pikirannya sehingga ia dapat memahami berbagai pengetahuan yang sulit bahkan kemampuannya untuk menafsirkan mimpi dan penglihatan, terus berkembang secara luar biasa. Semua orang tahu bahwa tangan Tuhan menyertai Daniel.

 

Sebenarnya kebulatan tekad Daniel untuk mempertahankan kekudusan dalam hal makanan sesuai Taurat tidak ada hubungannya dengan makanan yang dimakannya. Yang Daniel lakukan hanyalah menyerahkan seluruh hidupnya untuk memuliakan Tuhan melalui keyakinan dan pengabdiannya. Dengan menolak makan makanan yang tidak kudus, dan mengijinkan Tuhan bekerja dalam kehidupannya, Daniel mengabadikan suatu kehidupan yang tidak dapat disangkal kebenarannya. Daniel sadar bahwa yang membawa kemuliaan bagi Tuhan adalah kehidupan yang dijalaninya, bukan makanan yang masuk ke mulutnya.

 

Di tengah dunia yang penuh dengan keegoisan dan berhala ini, apakah anda meyakini pentingnya hidup saleh seperti yang Daniel lakukan? Tanyakan pada diri anda sendiri, apakah saya seorang Daniel? Atau, apakah saya seperti kebanyakan orang lain yang tidak merasa perlu mempedulikan Tuhan ketika mendapatkan yang terbaik dari dunia ini? Jadilah orang Kristen seperti Daniel! Berikan hidup yang terbaik bagi Tuhan dan jangan puas dengan yang biasa-biasa saja!

 

Disadur dari: Renungan Sentuhan Hati.

 

Renungan: Mengejar Tuhan

Usaha untuk meningkatkan hubungan kita dengan Tuhan, memahami karakter dan kehendak-Nya bagi hidup kita, dapat dicapai dalam beberapa cara. Setiap cara, meskipun terdengar biasa, sangatlah penting untuk kita laksanakan.

Merenungkan Firman Tuhan, dengan menyimak ajaran-NYA dengan sungguh-sungguh dan memasang telinga rohani kita untuk mendengar suara-Nya, adalah salah satu cara terbaik untuk membangun hubungan kita dengan Tuhan. Dan bila hal yang sangat baik ini kita lakukan dengan kesungguhan dan konsentrasi penuh, maka Dia akan berkomunikasi dengan kita melalui ayat demi ayat. Dengan mempelajari ajaran-NYA kita akan mendapatkan pengertian yang lebih dalam dan lebih luas akan karakter, janji, serta rencana Tuhan. Dan kita akan memeroleh manfaat dengan bertanya kepada diri sendiri pertanyaan seperti ini:

Apakah yang hendak diajarkan tentang sifat Tuhan?

Adakah janji Tuhan untuk aku ingat?

Atau perintah-Nya untuk aku taati?

Atau teladan-Nya untuk aku ikuti?

Hal lainnya yang sangat penting adalah doa. Doa haruslah selalu mendasari perenungan dengan Tuhan. Saat kita datang kepada Tuhan, kita tidak hanya memerlukan telinga yang dicondongkan untuk mendengarkan, melainkan juga hati yang dicondongkan untuk berserah kepada-Nya.

Dengan mempelajari bagaimana Tuhan bekerja di dalam hidup kita dan hidup orang lain, kegairahan kita akan semakin terpicu untuk mengejar Dia. Almarhum Ayah saya pernah bercerita kepada saya bagaimana Tuhan bekerja dalam hidupnya, dan kesaksiannya itu menanamkan suatu kerinduan yang besar dan menetap dalam hati saya untuk mencari Tuhan. Saya begitu rindu Tuhan bekerja dalam hidup saya, sama seperti yang dilakukan-Nya dalam diri Almarhum Ayah saya.

Kita mencari Tuhan bila:
1) kita meluangkan waktu untuk memahami siapa Dia dan apa yang diperkenan-Nya,
2) kesibukan kita tidak bersaing dengan hubungan kita dengan-Nya, dan
3) kita memercayai-Nya lebih lagi dan meninggalkan kebiasaan kita yang tidak baik.

 

Comments
Add NewSearch
Write comment
Name:
Subject:
[b] [i] [u] [url] [quote] [code] [img] 
 
 
:angry::0:confused::cheer:B):evil::silly::dry::lol::kiss::D:pinch:
:(:shock::X:side::):P:unsure::woohoo::huh::whistle:;):s
:!::?::idea::arrow:
 
Security Image
Please input the anti-spam code that you can read in the image.
 
< Prev   Next >