Hamba Tuhan
Login





Lost Password?
No account yet? Register
Find Us on Facebook
Shalom, bagaimana kabar Anda hari ini? Silahkan login atau register.
Susahnya Si kaya Ke Surga PDF Print
User Rating: / 16
PoorBest 
Tuesday, 17 August 2010

oleh: Pdt. Bigman Sirait

JUDUL di atas tentu saja tak berarti bahwa bagi si miskin terbuka jalan lebar menuju sorga. Juga bukan berarti bahwa pintu sorga tertutup bagi orang kaya. Jalan ke sorga, bukan soal orang kaya atau orang miskin, melainkan anugerah percaya kepada Yesus Kristus Tuhan. Kaya itu bukan dosa, tapi miskin juga bukan aib. Yang dosa, atau aib itu adalah sikap yang menomorduakan Tuhan. Kekayaan, memang piawai sebagai godaan, banyak orang yang terjatuh karenanya. Bahkan secara khusus Yesus Kristus mengingatkan dalam perumpamaan tentang penabur, seperti benih yang jatuh di semak berduri, maka kekhawatiran dan tipu daya kekayaan dunia, menghimpit dan mematikan benih itu (Mat. 13:22). Benih tak sempat bertumbuh, apalagi berbuah.

Adalah suatu tragedi, di mana kebanyakan orang Kristen yang rajin ke gereja hanya untuk kepuasan diri semata. Meriah di dalam gedung gereja, tapi nyaris tak berdaya dalam amuk dunia nyata, yang memang semakin hari terasa semakin menggila. Dan, lebih gila lagi, ketika kekayaan menjadi target dalam keberimanan pada Yesus Kristus yang justru mengkritisi kekayaan itu sendiri. Bahkan dengan suara membahana, banyak pengkhotbah berkata, “Kita harus kaya, sekali lagi harus kaya!” Ya, kaya itu jadi ukuran pembuktian bahwa kita anak raja. Itu kata mereka. Anjuran mereka sangat bertolak belakang dengan peringatan Yesus, yang bahkan hingga kematiaan-Nya, tak mewariskan harta benda apa pun juga, bahkan pada Maria, ibu-Nya. DIA hanya memercayakan Maria kepada Yohanes murid-Nya. Yohanes dipercaya untuk mengurus Maria di hari tuanya.
 
Kelihatannya, ajaran Yesus agak berbeda dengan kebanyakan pengkhotbah masa kini. Entah siapa yang salah, Anda harus belajar menelaah. Ingat kekayaan bukan dosa, namun menjadikannya inti ambisi, sungguh sulit dimengerti. Kekayaan sah-sah saja, namun itu adalah berkat Tuhan bagi orang yang diperkenan-Nya. Besar kecilnya, mutlak tergantung Tuhan, tapi di sisi lain, juga tak bisa dilupakan rajin dan malasnya tiap pribadi dalam berkarya. Ingat, Tuhan benci pada orang malas (Ams. 6:6). Apakah anak Tuhan bisa kaya? Ya tentu saja, tapi itu bukan tujuan utama, apalagi dijadikan keharusan dan pembuktian iman. Bagaimana mau kaya jika Tuhan mengutus seseorang ke pedalaman? Kalau sampai dia kaya, malah jadi tanda tanya. Tujuan hidup utama kita sebagai orang percaya adalah menyatakan kemulian Tuhan lewat hidup kita, dan menjadi berkat bagi banyak orang.
 
Mungkin ada yang berkata, “Bagaimana mau menjadi berkat jika kita miskin?” Sebuah pertanyaan yang sangat naïf dan bersifat membodohi! Apakah Yesus menjadi berkat karena DIA kaya, atau para rasul yang bukan tergolong kaya itu tidak menjadi berkat? Bacalah Kisah Para Rasul, dan simak ucapan Petrus di Bait Allah kepada seorang peminta-minta, “Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunya kuberikan kepadamu. Demi nama Yesus Kristus orang Nazareth itu berjalanlah” (Kis. 2:6).
 
Kekayaan utama mereka bukan harta, melainkan iman. Dan itulah kekayaan sejati yang harus dimiliki setiap orang percaya. Sementara, ada yang lain melihat kasus Lazarus si miskin masuk sorga, namun berkelit dengan berkata, “Lazarus duduk di pangkuan siapa?” Jawab mereka, “Di pangkuan Abraham, orang kaya”. Mereka lupa, Abraham memang kaya, tapi dikenal bukan sebagai orang kaya, melainkan orang beriman, bahkan menjadi bapa orang beriman. Ingat sekali lagi, kekayaan bukan tujuan utama, bahkan Abraham tak pernah mencanangkan itu, melainkan keberimanan. Kekayaan adalah bonus atas kerajinan, kesungguhan, kejujuran, dan tentu saja ketaatan pada firman Tuhan.
 
Karena itu tidak mengherankan jika Yesus juga berkata, “Bahwa orang kaya sukar masuk kerajaan sorga” (Mat. 19:23). Tapi orang kaya sukar masuk sorga bukan karena kekayaannya, melainkan sikap terhadap kekayaan itu. Kekayaan dijadikan ukuran iman, ukuran berkat Tuhan, dan akhirnya, percaya kepada Tuhan adalah mendapat kekayaan. Jika tidak kaya, Anda mengerti sendiri maknanya. Karena itu, menjadikan kekayaan sebagai tujuan utama sangat mengerikan. Berkata, “Kita harus beriman, yaitu menjadi kaya”, tak lebih dari sugesti. Itu bukan iman, itu biasa dalam dunia psikologi, dalam dunia motivasi.
 
Abraham Maslow sebagai seorang ahli psikologi, bahkan mengatakan, motivasi hidup atau berkarya yang terendah pada manusia adalah, materi (sandang, pangan, papan). Bagi Maslow, yang tertinggi adalah self actualism, mengaktualisasikan diri dengan menjadikan diri berarti bagi orang lain. Orang yang tak berpikir pada tahap apa yang bisa didapatnya, melainkan apa yang bisa diperbuatnya bagi orang lain. Maslow berbicara bukan sebagai pendeta. Bagaimana mungkin pendeta berpikir dengan nilai hidup di bawah Maslow? Padahal Injil lebih tinggi dari apa yang digambarkan Maslow, yakni seperti Kristus yang memberikan diri-Nya mati di kayu salib, untuk menebus manusia yang berdosa agar tak binasa. Dan Yesus meminta pengikut-Nya untuk hidup menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut DIA.
 
Hidup orang percaya sudah sungguh amat berbahagia karena telah menerima penebusan dosa. Amat berbahagia, karena mewarisi kekekalan kerajaan sorga. Amat berbahagia, karena bukan nanti, di sana, tapi sekarang, di sini, hidup orang percaya dipelihara dan terpelihara senantiasa. Orang percaya bahagia bukan karena kaya, karena kaya adalah bonus semata. Alangkah mulianya hati orang percaya, sehingga kekayaan tak pernah mampu menggodanya, apalagi membuatnya menjadi berdosa. Awas, peringatan Yesus tentang kekayaan tentu saja sangat serius, patut diperhatikan.. Tapi sebaliknya, anjuran untuk mengimani hal menjadi kaya bisa jadi virus, patut dihindari.
 
Sekali lagi ingat kekayaan hanyalah bonus, seperti yang dikatakan-Nya, “Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu” (Mat. 6:33). Cari yang disuruh-Nya, tunggu yang dijanjikan-Nya, atau Anda akan terpeleset, dan mendapat murka-Nya, karena salah menentukan arah. Anda bukan orang dunia, yang menjadikan kekayaan tujuan utama, ambisi untuk kaya, apalagi meyakini harus menjadi kaya dengan merohanikannya. Anda, adalah orang percaya yang percaya pada pemeliharaan Allah, lakukan kehendak-Nya. Jika kekayaan menyusul, ia akan datang jika itu yang Tuhan mau, karena semua yang datang berasal dari DIA (Ams. 22:2). Selamat menjadi kaya tanpa harus menomorsatukannya, apalagi menjadikannya tujuan utama. Selamat menjadi kaya karena Anda dikasihi-NYA. Ini sangat berbeda, pikirkanlah dengan bijaksana, atau Anda akan sukar masuk kerajaan sorga.

Profil Pdt. Bigman Sirait:
Pdt. Bigman Sirait adalah Ketua Sinode dan gembala sidang Gereja Reformasi Indonesia (GRI) Antiokhia, Jakarta (www.gri.or.id) sekaligus sebagai Pemimpin Umum Tabloid Reformata. Beliau mendirikan Yayasan MIKA yang bergerak dalam dunia pendidikan dengan Sekolah Kristen Makedonia, di Kalimantan Barat. Beliau saat ini sedang mengambil studi Master of Divinity (M.Div.) di Sekolah Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia (STTRII) Jakarta.

Comments
Add NewSearch
Write comment
Name:
Subject:
[b] [i] [u] [url] [quote] [code] [img] 
 
 
:angry::0:confused::cheer:B):evil::silly::dry::lol::kiss::D:pinch:
:(:shock::X:side::):P:unsure::woohoo::huh::whistle:;):s
:!::?::idea::arrow:
 
Security Image
Please input the anti-spam code that you can read in the image.
 
< Prev   Next >