Hamba Tuhan
Login





Lost Password?
No account yet? Register
Find Us on Facebook
Shalom, bagaimana kabar Anda hari ini? Silahkan login atau register.
Immoralitas Paus PDF Print
User Rating: / 2
PoorBest 
Saturday, 04 September 2010

(terjemahan Ev. David Lusikooy)

Disamping bukti yang meyakinkan yang telah diberikan, karakter dan moral yang sebenarnya dari banyak Paus cenderung akan membuktikan bahwa mereka adalah penerus dari imam-imam penyembah berhala, daripada wakil Kristus atau Petrus. Beberapa diantara para Paus begitu sangat rusak akhlaknya dan berdasarkan tindakan-tindakan mereka, orang yang mengaku tidak beragama sama-sekali akan sangat malu atas perbuatan itu. Dosa-dosa seperti perzinahan, sodomi (semburit), jual-beli kedudukan gerejawi, perkosaan, pembunuhan, dan kemabukan adalah diantara dosa-dosa yang telah dilakukan oleh para Paus. Menggandengkan dosa-dosa itu dengan orang-orang yang mengklaim (menyatakan) dirinya sebagai "Bapa Suci", "Wakil Kristus" dan "Penilik dari para penilik", akan kedengarannya mengagetkan, tetapi mereka yang sangat paham akan sejarah kepausan, mengetahui bahwa tidak semua Paus adalah orang suci.

Paus Sergius III (904-911) memperoleh kedudukan Paus melalui pembunuhan. Sejarah gereja Roma menceritakan tentang kehidupannya dalam perbuatan dosa secara terbuka dengan Morazia yang melahirkan baginya beberapa anak [Chiniquy, The Priest, the Woman, and the Confessional, hlm. 138.]. Ia digambarkan oleh Baronius sebagai "monster", dan oleh Gregorovius sebagai seorang “terror kriminal”. Seorang ahli sejarah berkata: “Selama tujuh tahun orang ini… menduduki kursi Santo Petrus, sedangkan selirnya, dan ibunya (Theodora) seperti Semiramis memegang istana dengan kebesaran, dan menggairahkan, yang mengingatkan hari-hari terburuk dari kekaisaran kuno.” [Cotterill, Medieval Italy, hlm. 331] (* Menurut the Priest, the Woman, and the Confessional, hlm 138, Chiniquy menyebutkan bahwa Theodora adalah saudara perempuan Morazia. – penterjemah).

Wanita ini – Theodora – disamakan dengan Semiramis (karena moralnya yang bejat), bersama-sama dengan Morazia, selirnya Paus, “mengisi kursi kepausan dengan kekasih-kekasih gelap dan anak-anak haram mereka, dan mengubah istana Paus menjadi kandang perampok” [Halley, Halley’s Bible Handbook, hlm. 774] Pemerintahan Paus Sergius III memulai periode yang dikenal sebagai “pemerintahan dari pelacur-pelacur” (904-963).

Paus Yohannes X (914-928) sebenarnya telah dikirim ke Ravanna sebagai uskup kepala, tetapi Theodora membuat ia kembali ke Roma dan diangkat menduduki jabatan Paus. Menurut uskup Liutprand dari Cremona yang menulis sejarah kira-kira 50 tahun setelah waktu ini, “Theodora menyokong pengangkatan Yohannes untuk lebih mudah menutupi hubungan gelapnya dengan dia.” [The Catholic Encyclopedia, Jilid 8, hlm 554 artikel “John X, Pope.”] Pemerintahannya mendadak berakhir ketika Morazia mencekiknya sampai mati! Wanita ini ingin supaya ia keluar dari kedudukan itu agar Leo VI (928-929) dapat menjadi Paus. Bagaimanapun juga, pemerintahannya singkat, karena ia dibunuh oleh Morazia ketika wanita itu mengetahui bahwa ia telah “memberikan hatinya kepada seorang wanita yang lebih rendah dari padanya” [Chiniquy, The Priest, the Woman, and the Confessional, hlm. 138] Tidak lama setelah ini, anak remaja dari Morazia – dengan nama Yohannes XI – menjadi Paus. Ensiklopedia Katolik berkata, “Beberapa orang telah mengambil Liutprand dan ‘Liber Pontificalis’ sebagai sumber mereka, menegaskan bahwa ia adalah anak luar nikah dari Sergius III (Paus terdahulu). Melalui intrik-intrik ibunya, yang memerintah di Roma pada waktu itu, ia dinaikkan ke Kursi Petrus.” [The Catholic Encyclopedia, Jilid 8, hlm. 426 artikel “John XI.”]

Tetapi dalam pertengkaran dengan beberapa dari musuh-musuh ibunya, ia dikalahkan dan dimasukkan ke penjara, di sana ia mati diracun.

Dalam tahun 955 cucu lelaki dari Morazia menjadi Paus pada usianya yang ke 18 dengan nama Yohannes XII. Ensiklopedia Katolik melukiskan dia sebagai “seorang yang kasar, immoral, yang hidupnya sedemikian sehingga Gereja Lateran disebut sebagai rumah pelacuran, dan kerusakan moral di Roma menjadi sasaran kejijikan  umum..” Pada tanggal 6 November satu sinode yang terdiri dari 50 orang uskup Italia dan Jerman bersidang di Gereja St. Petrus; Yohannes dituduh melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang dianggap keramat, jual-beli kedudukan gerejani, sumpah palsu, pembuhuhan, perzinahan, inses (sumbang), dan secara tertulis dipanggil menghadap untuk membela dirinya. Menolak untuk mengakui sinode itu, Yohannes menjatuhkan hukuman pengucilan bagi semua peserta dalam sidang itu, karena mereka akan memilih Paus yang lain daripada dia… Yohannes XII melakukan pembalasan dendam yang berdarah terhadap partai oposisi, bagi diaken Kardinal, Yohannes memotong tangan kanannya, uskup Otgar dari Speyer seorang pejabat tinggi, dicambuk sampai hilang hidung dan telinganya… Yohannes mati pada tanggal 14 Mei 964, delapan hari selelah ia diserang kelumpuhan dalam perbuatan zinah seperti yang didesas-desuskan.” [Ibid., hlm. 427, artikel “John XII.”] Uskup Katolik yang terkemuka dari Cremona, Luitprand, yang hidup pada masa itu, menulis: “Tidak ada wanita baik-baik berani memperlihatkan dirinya di muka umum, karena Paus tidak memiliki perasaan hormat baik bagi perempuan lajang maupun yang telah bersuami, atau janda – mereka pastilah dicemarkan olehnya, bahkan di atas kuburan-kuburan dari rasul-rasul yang suci, Petrus dan Paulus.” Koleksi Katolik dari kehidupan para Paus, yaitu “Liber Pontificalis” berkata: “Ia melewatkan seluruh kehidupannya dalam perzinahan.” [Liber Pontificalis,Jilid 2, hlm. 246]

Paus Boniface VII (984-985) menjaga posisinya melalui pembagian uang hasil curian secara berlebihan. Uskup dari Orlean menghubungkan dia (dan juga Yohannes XII dan Leo VIII) sebagai “monster dari kesalahan, berbau darah dan kenajisan (mesum)” dan seperti “anti Kristus duduk dalam bait Allah.” Ensiklopedia Katolik berkata bahwa ia “menyergap Yohannes XIV (April 984), melemparkannya kedalam rumah tahanan di bawah tanah dari Sant’ Angelo, dimana orang yang malang itu mati 4 bulan kemudian… Lebih dari setahun Roma memikul penderitaan saat monster ini berendam dalam darah pendahulu-pendahulunya. Akan tetapi pembalasannya sangat dahsyat sekali. Setelah kematiannya yang tiba-tiba, dalam bulan Juli 985, sangat mungkin sekali karena kekerasan, tubuh Boniface dipertontonkan untuk penghinaan oleh khalayak ramai, diseret melalui jalan-jalan raya di kota, dan akhirnya telanjang, dibaluti oleh luka-luka dan dihempaskan di bawah patung Markus Aurelius… Pada keesokan paginya perkerja-pekerja gereja yang berbelas kasihan memindahkan mayat itu dan melakukan upacara pemakaman Kristen baginya.” [The Catholic Encyclopedia, Jilid 2, hlm. 661, 662, artikel “Boniface VII”]

Kemudian datang Paus Yohannes XV (985-996) yang membagi-bagikan finansial gereja diantara keluarganya dan memperoleh reputasi bagi dirinya sendiri yakni “tamak akan uang kotor dan korupsi dalam semua tindakannya.”

Benedict VIII (1012-1024) “membeli jabatan Paus melalui penyogokkan secara terbuka.” Paus berikutnya, Yohannes XIX juga membeli kepausan. Menjadi seorang awam, adalah penting baginya untuk melewati semua tingkat kepastoran dalam sehari.


Setelah ini, Benedict IX (1033-1045) dijadikan Paus sebagai seorang pemuda berumur 12 tahun (atau beberapa catatan mengatakan 20 tahun) melalui suatu tawar-menawar uang dengan keluarga yang sangat berkuasa yang memerintah Roma! Ia melakukan pembunuhan dan perzinahan di rembang tengah hari, merampok peziarah-peziarah dalam lubang kubur para martir, seorang kriminal tersembunyi, orang-orang mengusir dia keluar dari Roma. [Halley, Halley’s Bible Handbook, hlm. 775] Ensiklopedia Katolik berkata, “Ia adalah satu aib bagi Kursi Petrus.” “Simony”- jual beli jabatan kepausan – menjadi begitu lumrah, dan korupsi nyata sekali, akhirnya penguasa sekuler turun tangan. Raja Henri III mengangkat Clement II (1046-1047) menduduki jabatan Paus “karena tidak ada pastor Roma yang didapati bebas dari polusi simony dan percabulan” [Ibid]

Sejumlah Paus telah melakukan pembunuhan, tetapi Innocent III (1198-1216) melebihi semua pendahulunya dalam hal pembunuhan. Walaupun ia sendiri tidak melakukannya secara pribadi, ia mengembangkan Inquisition (penindasan) yaitu hal yang sangat iblisi dalam sejarah umat manusia. Perkiraan dari jumlah orang heretic (yang tidak sepaham dengan gereja Katolik) yang dibunuh oleh Innocent sebanyak sejuta orang! Selama lebih dari 500 tahun, para Paus memakai inkuisisi untuk memelihara kekuasaan mereka melawan mereka yang tidak setuju dengan ajaran gereja Romawi.

Dalam konflik dengan kardinal-kardinal dan raja-raja, banyak tuntutan yang dihadapkan melawan Paus Boniface VIII (1293-1303). Ensiklopedi Katolik berkata, “Hampir tidak suatu kemungkinan kejahatan yang dihapus – ketidaksetiaan, heresy (ajaran sesat – bidat, menurut Katolik), simony, imoralitas yang tidak lasim dan menyolok, pemujaan berhala, sihir/sulap, kehilangan Tanah Suci, kematian Celestine V, dsb… Ahli sejarah Protestan dan bahkan penulis Katolik modern, secara garis besar menggolongkan dia diantara para Paus yang jahat, sebagai seorang yang ambisius, angkuh, dan orang yang tidak berbelas kasihan, juga penuh tipu daya dan curang, semua pengajaran keuskupannya adalah satu rekor dari kejahatan.” [The Catholic Encyclopedia, Jilid 2, hlm 668, 669, artikel “Boniface III”]. Adalah tidak perlu untuk bersikeras bahwa semua tuntutan yang ditujukan kepadanya adalah benar, tetapi juga semuanya tidak dapat ditiadakan. Selama pemerintahannya penyair Dante mengunjungi Roma dan menggambarkan Vatikan sebagai “penabur korupsi.” Dia menempatkan Boniface (bersama Paus Nicolas III dan Clement V) pada “bagian bawah dari neraka.”

Walaupun mencoba untuk menekankan pada ciri tertentu yang baik dari Boniface, “ahli sejarah Katolik… meskipun demikian mengakui kekerasan yang eksplosif dan cara menyampaikan pikiran yang menyerang (offensive phraseology) dari beberapa dokumen umum miliknya” [Ibid., hlm. 670]. Sebuah contoh dari “offensive phraseology” adalah pernyataannya bahwa “untuk menikmati diri sendiri dan tidur (bersetubuh) dengan wanita atau dengan lelaki muda adalah bukan lagi suatu dosa yang lebih daripada saling menggosok tangan seseorang .” [History of the Church Councils, Buku 40, artikel 697]. Pada saat-saat yang lain jelas sekali pada saat-saat “eksplosif” itu ia mengatakan Kristus seorang “hipokrit” dan mengaku bahwa ia seorang atheis.

Tetapi ini kedengarannya hampir tidak dapat dipercaya,  Paus inilah yang dalam tahun 1302 menerbitkan “Unam Sanctum” yang secara resmi menyatakan bahwa Gereja Roma Katolik adalah satu-satunya gereja yang benar, diluar daripada itu tidak seorangpun dapat diselamatkan, dan berkata: “Oleh karena itu kami menyatakan, tegaskan dan menetapkan bahwa adalah penting bagi keselamatan untuk percaya bahwa setiap manusia tunduk kepada Paus dari Roma.” Oleh karena ada Paus yang penuh dosa, maka untuk “tunduk” kepada Paus, telah menimbulkan pertanyaan. Haruskah seorang Paus yang penuh dosa tetap dipatuhi? Orang Katolik menjawab ini: “Seorang Paus yang penuh dosa… tetap seorang anggota dari gereja (yang kelihatan) dan diperlakukan sebagai seorang yang penuh dosa, penguasa yang tidak adil yang untuknya kita harus doakan, tetapi dari padanya kita tidak boleh menarik kepatuhan kita.” [The Catholic Encyclopedia, Jilid 4, hlm 435, artikel “Councils”].

Dari tahun 1305 sampai tahun 1377 istana kepausan berada di Avignon, Perancis. Pada waktu ini, Petrarch menuduh rumah tangga kepausan sebagai tempat “perkosaan, perzinahan, dan segala macam percabulan.” Dalam banyak paroki orang-orang berkeras bahwa imam-imam memelihara selir-selir “sebagai proteksi bagi keluarga-keluarga mereka sendiri” [Halley, Halley’s Bible Handbook, hlm. 778].

Selama Konsili Constance, 3 orang Paus, dan kadang-kadang 4 orang, pada setiap pagi saling mengutuki dan menyebut lawan-lawan mereka anti-kristus, setan (roh jahat), pezinah, pemburit, musuh Allah dan manusia. Seorang dari “Paus-Paus” ini Yohannes XXIII (1410-1415) “dituduh oleh 37 saksi (kebanyakan para uskup dan imam-imam) dalam hal percabulan, perzinahan, inses, sodomy (pemburit), simony, pencuri dan pembunuh! Itu dibuktikan oleh satu legion saksi-saksi bahwa ia telah menggoda ratusan biarawati. Sekertarisnya sendiri, Niem, berkata bahwa ia mempunyai harem di Boulogne, dimana tidak kurang dari dua ratus nona-nona muda menjadi korban kecabulannya.” [Chiniquy, The Priest, the Woman, and the Confessional, hlm. 139]. Segalanya Konsili itu menuntutnya dengan 54 kejahatan dari jenis yang paling buruk. [Durant, The Story of Civilization: The Reformation,hlm. 10].

Sebuah catatan memberikan informasi ini tentang pemerintahannya yang asusila. “Dalam kekuasaannya, Paus Yohannes, melakukan sex yang tidak wajar dengan istri saudaranya, inses (sex sumbang) dengan biarawati-biarawati suci, bersetubuh dengan perawan-perawan, berzinah dengan yang telah bersuami, dan segala macam kejahatan sex… semuanya untuk tidur dan lain-lain keinginan daging, yang sama-sekali berlawanan dengan kehidupan dan ajaran Kristus… di depan umum ia disebut inkarnasi Iblis” [Sacrorum Conciliorium,Jilid 27, hlm. 663]. Untuk menambah kemakmurannya, Paus Yohannes memungut pajak hampir untuk segalanya - termasuk prostitusi, perjudian, dan riba. Ia sudah disebut “seorang penjahat yang telah bejat akhlaknya yang pernah duduk di kursi kepausan.” [Durant, The Story of Civilization: The Reformation,hlm. 10].

Paus Pius II (1458-1464) dikatakan telah menjadi ayah dari banyak anak haram. Ia “berbicara secara terbuka tentang metode yang ia telah gunakan untuk merayu wanita, menganjurkan bahkan menawarkan kepada pria muda tentang cara memuaskan diri sendiri.” [Halley, Halley’s Bible Handbook, hlm. 779]. Pius dilanjutkan oleh Paul II (1464-1471) yang memelihara sebuah rumah penuh dengan selir-selir. Nilai tiara kepausannya lebih tinggi dari harga sebuah istana. Selanjutnya datang Paus Sixtus IV (1471-1484) yang membiayai peperangannya dengan menjual jabatan-jabatan gerejani dengan penawaran yang tertinggi [Durant, The Story of Civilization: The Reformation,hlm. 13]. dan “menggunakan kepausan untuk memperkaya diri dan keluarganya. Ia membuat delapan orang dari keponakannya menjadi kardinal, sementara beberapa dari mereka masih kanak-kanak. Dalam hal kemewahan dan hiburan yang boros, ia menyaingi para Caesar. Dalam kemakmuran dan kemegahan ia dan keluarganya melebihi keluarga-keluarga Roma masa lampau.” [Halley, Halley’s Bible Handbook, hlm. 779].

Paus Innocent VIII (1484-1492) adalah ayah dari 16 orang anak-anak oleh berbagai wanita. Beberapa dari anak-anaknya merayakan perkawinan mereka di Vatikan.[Ibid]. Ensiklopedia Katolik menyebut hanya “dua anak haram, Franceschetto dan Theodorina” dari hari-hari “masa muda yang tak bermoral.” [The Catholic Encyclopedia, Jilid 8, hlm. 19, artikel “Innocent VIII”]. Seperti banyak Paus-Paus lainnya, ia melipat gandakan jabatan gerejani dan menjualnya untuk sejumlah uang yang banyak. Ia mengizinkan aduan sapi jantan di lapangan gereja Santo Petrus .

Kemudian datanglah Rodergio Borgia yang mengambil nama Alexander VI (1492-1503), mendapatkan kemenangan pemilihan untuk kepausannya dengan menyogok kardinal-kardinal. Sebelum menjadi Paus, semasa masih kardinal dan uskup kepala, ia hidup dalam dosa dengan seorang wanita terhormat dari Roma, Vanozza dei Catenei; dan setelah itu bersama anak perempuan wanita itu, Rosa, yang dengannya ia memiliki lima orang anak. Pada hari pemahkotaannya (penobatannya), ia mengangkat anak laki-lakinya – seorang pemuda dengan temperamen dan kebiasaan-kebiasaan yang keji – sebagai uskup kepala dari Valencia.[D’Aubigne, History of the Reformation, hlm. 11].

Banyak orang menganggap Alexander VI adalah yang paling rusak dari antara para Paus di zaman Renaissance (kebangunan kembali). Ia hidup bersama secara inses di depan umum dengan 2 saudara perempuannya dan dengan anak perempuannya sendiri, Lucretia, yang dari padanya, dikatakan, ia mempunyai seorang anak [Chiniquy, The Priest, the Woman, and the Confessional, hlm. 139]. Pada tanggal 31 October 1501, ia memimpin pesta sex gila-gilaan dalam Vatikan, yang tiada bandingannya, karena tidak pernah ada persamaannya yang sungguh menakutkan dalam catatan sejarah umat manusia [Diarum,Jilid 3, hlm. 167]. Menurut majalah Life, Paus Paul III (1534-1549) sebagai kardinal telah menjadi ayah dari 3 orang anak laki-laki dan seorang perempuan. Pada hari penobatannya, ia merayakan baptisan dari 2 orang cicit-nya. Ia mengangkat dua keponakannya sebagai kardinal, mensponsor festival-festival dengan para penyanyi, penari, dan pelawak, dan meminta nasehat dari ahli-ahli astrologi [Life, 5 Juli 1963].

Paus Leo X (1513-1521) dilahirkan pada tanggal 11 Desember 1475. Ia menerima upacara pencukuran kepala bagian atas pada usia 7 tahun, dijadikan kepala biara pria pada usia 8 tahun, dan menjadi kardinal pada usia 13 tahun! Pada satu sisi dari lambang kekuasaannya terlihat gambar dari rasul Petrus dan Paulus, di sisi lainnya nama dan gelarnya. Kata “bull” (dari istilah Latin yang berhubungan dengan bulatan) yang pertama kali dipakai pada segel (cap) yang membuktikan keaslian dari dokumen kepausan dan di kemudian hari pada dokumen-dokumen lainnya juga.

Ensiklopedia Katolik berkata bahwa Paus Leo X “menyerahkan dirinya tak terkendalikan bagi kesenangan-kesenangan yang disediakan dengan kemewahan yang berlebih-lebihan. Ia dikuasai oleh keinginan akan plesiran yang tak terpuaskan…

Ia senang untuk memberikan perjamuan-perjamuan dan entertain-entertain yang mahal disertai oleh sukaria yang gaduh dan mabuk-mabukan.” [The Catholic Encyclopedia, Jilid 9, hlm. 162, 163, artikel “Leo X.”].

Selama masa itu, Marthin Luther, saat masih seorang imam dari gereja Paus, bepergian ke Roma. Saat sekilas ia melihat kota tujuh bukit itu, ia menjatuhkan diri ke tanah dan berkata: “Roma Suci, aku memberi hormat padamu.” Ia tidak menghabiskan waktu lama di sana, namun sampai ia mengetahui bahwa Roma adalah kota suci. Ketidaksusilaan ada diantara semua tingkat dari pekerja gereja. Imam-imam berceritera lelucon tak senonoh dan menggunakan kata-kata kotor yang hebat, bahkan selama misa. Di istana kepausan pada waktu makan larut malam, dilayani oleh 12 orang perempuan belia yang telanjang [Durant, The Story of Civilization: The Reformation,hlm. 334]. “Tak seorangpun dapat membayangkan dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan keji apa yang dilakukan di Roma,” ia berkata, “itu pastilah dilihat dan didengar untuk dipercayai. Jadi mereka sedang di dalam keadaan terbiasa untuk dikatakan, ‘Jika memang ada neraka, maka Roma dibangun di atasnya’.”

Di suatu hari selama kunjungan Luther ke Roma, ia melihat sebuat patung di salah satu jalanan umum yang menuju ke gereja Santo Petrus, yaitu patung dari seorang Paus wanita. Karena itu adalah objek dari suatu yang menjijikkan bagi Paus, tidak ada Paus yang akan mau melewati jalan tertentu itu. “Saya terheran-heran”, kata Luther, “bagaimana para Paus membolehkan patung itu tetap ada.” [D’Aubigne, History of the Reformation, hlm.59]. Empat puluh tahun setelah kematian Luther, patung itu diangkat oleh Paus Sixtus V.

Meskipun Ensiklopedia Katolik menganggap cerita Paus Joan ini adalah kisah dongeng belaka, Ensiklopedia ini memberikan ringkasan sebagai berikut: “Setelah Leo IV (847-855) orang Inggris John of Mainz menduduki kursi Paus selama dua tahun, tujuh bulan dan 4 hari, ia diduga keras, adalah seorang wanita. Sewaktu masih gadis belia, ia dibawa ke Athena dengan pakaian pria oleh kekasihnya, dan di sana mencapai kemajuan dalam hal pengetahuan yang tak seorangpun menandinginya. Wanita itu datang ke Roma, di mana ia mengajar ilmu pengetahuan, dan karena itu menarik perhatian dari orang-orang yang berpengetahuan tinggi… dan akhirnya dipilih sebagai Paus, tetapi menjadi hamil oleh pembantu-pembantu kepercayaannya, ia melahirkan anak sewaktu dalam prosesi (arak-arakan) dari gereja St. Petrus ke Lateran… Di sana ia mati hampir segera setelah bersalin, dan dikatakan bahwa ia dikuburkan di tempat yang sama.” [The Catholic Encyclopedia, Jilid 8, hlm. 407, artikel “Joan, Popes.”]

Apakah benar ada Paus wanita? Sebelum Reformasi yang menyingkapkan begitu banyak kesalahan dalam gereja Romawi, cerita itu dipercaya oleh penulis-penulis kronik (sejarah), uskup-uskup, dan oleh para Paus sendiri.Ensikopedia Katolik berkata, “dalam abad ke 14 dan 15 Paus wanita ini telah dianggap sebagai seorang tokoh sejarah yang terkemuka, yang keberadaannya tak diragukan seorangpun. Wanita itu mempunyai tempat diantara patung-patung dada ukiran yang berdiri di katedral Siena. Di bawah Clement VII (1592-1595), dan atas permintaannya, wanita itu dirubah bentuknya menjadi Paus Zacharias. Si bidat Hus, dalam pembelaan ajaran palsunya di depan Konsili Constance, menghubungkan dengan Paus wanita itu, dan tidak ada seorangpun mengajukan keraguan mengenai fakta dari eksistensinya.” [Ibid., hlm. 408].


Beberapa orang telah bertanya bagaimana Paus Clement dapat mempunyai seorang Paus wanita, yang bernama Zacharias, berabad-abad setelah wanita itu meninggal!

Dengan menyebutkan imoralitas yang menyolok yang ada dari kehidupan dari beberapa Paus, kami tidak ingin meninggalkan kesan bahwa semua Paus telah seburuk dengan mereka yang telah disebutkan diatas. Tetapi kami memang percaya bahwa bukti-bukti ini sungguh-sungguh melemahkan doktrin “suksesi kerasulan” (apostolic succession), dan klaim bahwa Gereja Roma Katolik adalah satu-satunya gereja yang benar, karena bukti-bukti ini dapat menelusuri jalur dari para Paus kembali ke Petrus. Apakah ini sungguh hal yang penting? Bila demikian, maka setiap pribadi dari para Paus ini, juga mereka yang dikenal sebagai Paus yang immoral dan bengis, harus dimasukkan. Malah juga kemungkinan adanya seorang Paus wanita untuk menjadikan suksesi ini lengkap! Tetapi keselamatan tidak bergantung pada penelusuran kembali jalur ke Petrus – ataupun juga pada satu sistem agama yang mengklaim mewakili Kristus. Keselamatan diperoleh dalam diri Kristus sendiri.


Diterjemahkan oleh:
Ev. David Lusikooy
Dari : “Babylon Mystery Religion”, bab 12.
Karangan: Ralph Woodrow

PO. Box 124.

Riverside, California 92502.

Renungan: Bersukacita Bersama Orang-Orang Hukuman

 “Ingatlah akan orang-orang hukuman, karena kamu sendiri juga adalah orang-orang hukuman” (Ibrani 13:3). Oleh karena itu kami menceritakan kisah-kisah pelecehan, pemukulan dan pengurungan terhadap orang-orang Kristen di seluruh dunia yang menderita karena iman mereka dalam Kristus. Kita merasakan sakit bersama saudara dan saudari kita dalam Kristus dan berdoa agar mereka akan berdiri teguh bagi kemuliaan Tuhan di tengah-tengah penganiayaan. Kita menderita dengan mereka yang menderita dan kita bersukacita dengan mereka yang bersukacita. Bulan ini kita bersukacita dengan saudara dan saudari kita yang baru saja dibebaskan dari penjara: seorang ayah dan putrinya di Pakistan, dua orang wanita di Iran dan seorang pendeta di China.

 

Bebas Mengucapkan Nama Yesus

Orang-orang kriten Pakistan, Sandul Bibi dan ayahnya, Gulsher Masih, dibebaskan dari penjara setelah pengadilan menemukan bahwa mereka tidak terbukti melakukan penghujatan terhadap kitab “Agama Lain”. Ayah dan anak tersebut telah lama dalam penahanan polisi sejak Oktober 2008, ketika sekelompok radikal berkumpul di luar rumah mereka akibat rumor bahwa Sandul telah merobek kitab “Agama Lain”. Keluarga Sandul berpikir Sandul dijadikan sasaran karena keaktifannya bersaksi di lingkungan.

 

Setelah 43 sidang terpisah, Sandul dan Gulsher akhirnya dibebaskan pada tanggal 14 Desember 2009. Rekan sekerja kami menolong mereka berdoa untuk bersatu bersama keluarga mereka dan memindahkan mereka demi keselamatan mereka. Kami juga mendukung keluarga Sandul selama 14 bulan ketika ia dan ayahnya berada di penjara.

 

Sandul adalah satu dari beberapa wanita di sejarah Pakistan yang didakwa karena penghujatan. Kami bersukacita karena tuduhan palsu terhadap Sandul dibatalkan. Lebih dari 7440 surat diterima Sandul dari orang-orang Kristen seluruh dunia (untuk menguatkan imannya) selama 14 bulan masa tahanannya. “Aku bersyukur karena kalian yang sudah menolong keluargaku dan yang sudah mengirim surat kepadaku selama aku di penjara,” kata Sandul setelah pembebasannya. Ia berkata surat-surat tersebut adalah sumber kekuatan dan semangat, mengingatkannya bahwa ia tidak sendirian atau dilupakan.

 

Dua Tahanan Dari Suku Uyghur

Pada bulan September 2007, Biro Keamanan China bagian Selatan Xinjiang menahan Wusiman Yiming dan Alimujiang Yimiti di tempat yang berbeda. Akhirnya, dalam kasus yang dikombinasikan, kedua orang ini dituduh membocorkan rahasia negara. Wusiman dan Alimujiang, keduanya adalah berlatar belakang “Agama Lain” yang berasal dari suku Uyghur, menjadi sasaran penganiayaan keyakinan dan etnis karena pelayanan merek di antara gereja rumah.

 

Wusiman dikirim ke penjara khusus penjahat “karena membocorkan rahasia neuugara.” Pihak yang berwenang menuntut 10 sampai 15 tahun penjara, tetapi hukuman Wusiman dikurangi 2 tahun dalam “kerja paksa melaui pendidikan ulang” akibat tekanan internasional.

 

Pada tanggal 18 Nov 2009, Wusiman dibebaskan dari kamp kerja paksa dimana ia telah ditahan selama 2 tahun. Ia dengan sukacita berkumpul kembali dengan istrinya dan kedua anaknya. “Ia meminta kami untuk meneruskan rasa terima kasihnya kepada mereka yang telah memberi perhatian dan pertolongan kepada keluarganya selama 2 tahun masa penuh kesulitan yang ia dan keluarganya telah lewati,” seperti yang dilaporkan oleh China Aid.

 

Walaupun Wusiman telah dibebaskan, Alimujiang masih mendekam di penjara. Ia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara pada tanggal 7 November 2009. Ini adalah hukuman terberat kepada seorang Kristen di China dalam 10 tahun terakhir ini. Alimujiang tidak pernah bertemu keluarganya lebih dari 2 tahun.

 

Ketika kita bersukacita bersama Sandul, Gulsher, Marieh, Maryam dan Wusiman, mari ktia terus mendukung Alimujiang dan orang Kristen lainnya yang masih di penjara karena iman mereka.

 

Source:

Buletin KDP (Kasih Dalam Perbuatan) Edisi Mei – Juni 2010

P.O. Box 1411

Surabaya 60014

Comments
Add NewSearch
Write comment
Name:
Subject:
[b] [i] [u] [url] [quote] [code] [img] 
 
 
:angry::0:confused::cheer:B):evil::silly::dry::lol::kiss::D:pinch:
:(:shock::X:side::):P:unsure::woohoo::huh::whistle:;):s
:!::?::idea::arrow:
 
Security Image
Please input the anti-spam code that you can read in the image.
 
< Prev   Next >