Hamba Tuhan
Login





Lost Password?
No account yet? Register
Find Us on Facebook
Shalom, bagaimana kabar Anda hari ini? Silahkan login atau register.
Perlukah Umat Kristen Berpuasa? PDF Print
User Rating: / 8
PoorBest 
Saturday, 04 September 2010
Ditengah bulan Puasa yang dilakukan oleh umat Islam, timbullah pertanyaan yang ditujukan kepada umat Kristen: "Perlukah umat Kristen menjalankan puasa atau tidak?"

Asal perintah puasa dalam Perjanjian Lama tidak jelas, tercatat ketika Israel menghadapi Filistin mereka mengaku dosa dan berpuasa (1Sam.7:6). Sekalipun tidak disebut sebagai puasa, Musa tidak makan dan minum selama 40 hari (Kel.34:28). Ketika Nehemia mendengar situasi Yerusalem, ia berdoa dan berpuasa (Neh.1:4). Yoel menyuruh umat bertobat dan berpuasa (Yl.2:12). Banyak juga ayat-ayat lain yang menunjukkan praktek puasa dalam PL.

Dalam Perjanjian Baru puasa juga tercatat. Yesus tercatat berpuasa sekali dengan tidak makan selama 40 hari (Mat.4:2) sebagai persiapan menghadapi godaan dan ujian. Ketika Paulus dan Barnabas diutus mereka berpuasa (Kis.13:3). Puasa biasanya dikaitkan dengan penyesalan diri dalam pertobatan dan dikaitkan dengan doa dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan (1Raj.21:27; Mzm.35:13), atau meminta kuasa mujizat untuk memerangi setan (Mat.17:21;Mrk. 9:29).

Sebagaimana banyak hal dalam Syariat Taurat dimana arti rohaninya terkubur oleh penampakan lahir, demikian juga puasa sering merosot artinya. Bukannya ditujukan sebagai ekspresi pertobatan tetapi umat Israel menjadikannya sebagai tuntutan untuk memperoleh sesuatu (Yes.58:3) atau agar diperkenan Tuhan (Yes.58:5). Puasa sering merosot sekedar upacara ritual tanpa penyerahan diri kepada Tuhan (Za.7:5), dan menjadi perilaku yang munafik (Mat.16:6) demi untuk membenarkan diri sendiri (Luk.18:12).

Baik Musa maupun Yesus berpuasa selama 40 hari bukan karena syariat agama, namun sebagai masa persiapan menghadapi godaan dan ujian sebelum diutus dalam pelayanan yang berat. Konteks saat itu menunjukkan suasana gurun dimana tidak tersedia makanan & minuman dan tidak disebutkan bahwa Yesus membawa bekal minuman sekalipun dikatakan bahwa Yesus hanya 'tidak makan' (Mat.4:2).

Puasa dalam praktek Syariat Israel telah merosot menjadi kebiasaan legalistik pada hari-hari, waktu & cara tertentu tetapi sudah kehilangan maknanya, itulah sebabnya Yesaya dengan keras menegur & menekankan arti puasa yang benar. Ia mengatakan firman Tuhan: "Berpuasa yang kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang-orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecahkan rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!" (Yes.58:6-7).

Sekalipun Yesus pernah berpuasa 40 hari, ia tidak menyuruh murid-muridnya berpuasa sebagai syariat, dan karena para murid tidak berpuasa mereka dicela oleh orang Farisi (Mrk.2:18), namun Yesus mengatakan bahwa puasa baru akan mereka lakukan bila Yesus telah pergi (Mrk.2:20). Jadi, puasa menurut Yesus bukan lagi syariat agama tetapi penyiapan batin secara khusus bila bertobat dan diperlukan dalam menghadapi masalah berat seperti kepergianNya kelak atau dalam meminta mujizat atau memerangi setan (Mat.17:21;Mrk.9:29).

Yesus tidak membenarkan orang Farisi yang menjalankan syariat agama termasuk berpuasa yang melakukannya dengan sombong, tetapi membenarkan pemungut cukai yang tidak berpuasa (Luk.18:9-14) tetapi bertobat. Jadi, Yesus tidak menyuruh orang melakukan puasa tetapi tidak melarang bila orang melakukan puasa untuk tujuan khusus.

Dari hal-hal di atas kita mengetahui bahwa puasa memiliki maksud yang dalam dan khusus dalam menguasai batin seseorang dalam hubungan dengan Tuhannya yang suci dan benar, namun puasa cenderung merosot sekedar suatu legalisme agama dalam bentuk syariat lahir tanpa isi. Yesaya dengan jelas memberitahukan umat Israel (Yes.58) bahwa yang harus dilakukan adalah puasa batin, yaitu berpuasa dari perilaku kelaliman, menganiaya dan memperbudak orang. Berpuasa dari mengenyangkan diri sendiri menjadi memberi makan orang lapar, tidak punya rumah, dan yang telanjang (band. Mat.24:31-46).

Yesus juga tidak mengajarkan orang untuk berpuasa, bahkan tidak membenarkan orang sombong sekalipun ia berpuasa, tetapi Yesus juga tidak melarang orang berpuasa. Jadi puasa itu pada dirinya sendiri tidak memiliki arti bila bukan merupakan ungkapan hati yang bertobat dan merendahkan diri di hadapan Allah.

Penebusan Yesus di atas kayu salib menggenapi Syariat Taurat PL yang bergantung pada usaha manusia menyelamatkan diri sendiri dengan melakukan syariat agama (sunat, korban, sabat, puasa, makanan halal-haram dll.), menjadi kasih karunia Allah yang diberikan kepada setiap orang yang percaya dan bertobat (Yoh.3:16;Efs.2:8-10; Tit.2:11-15). Ini disempurnakan dengan kedatangan 'Roh Kudus' yang menguatkan & mendiami umat percaya yang digenapi dihari Pentakosta (Kis.2; lih. Mat.28:20).

Dari ajaran Yesus ini, menjawab pertanyaan "perlukah umat Kristen menjalankan puasa?" dalam terang PB dapat dijawab 'tidak' dan 'ya', artinya umat Kristen (kecuali Katolik) 'tidak' menjalankan kewajiban puasa sebagai syariat agama ritual pada waktu-waktu tertentu dan yang ditetapkan, dan 'ya' bahwa sewaktu-waktu umat Kristen dapat menjalankan puasa dalam menghadapi event-event khusus dan dengan sungguh-sungguh bila ia membutuhkan, tetapi perlu disadari bahwa 'puasa' bukanlah ritual amal-baik yang mendatangkan pahala bagi yang melakukannya, melainkan 'penyiapan diri' sendiri.

Puasa adalah ungkapan lahir dari hati yang bertobat dan merendahkan diri di hadapan Allah. Ungkapan lahir tidak berarti bila yang diungkapkan tidak ada, sebaliknya tanpa ungkapan lahir juga tidak menjadi soal selama yang diungkapkan itu ada, sebab inilah hakekat puasa yang sebenarnya. Sekalipun umat kristen dalam Perjanjian Baru disebutkan sebagai sewaktu-waktu berpuasa, ini hanyalah melanjutkan kebiasaan tradisi Yahudi namun bukanlagi sebagai syariat agama yang mendatangkan pahala seperti halnya dalam Perjanjian Lama melainkan kesuka-relaan demi menahan diri dan persiapan menghadapi tugas pelayanan yang khusus.

Salam kasih dari YABINA ministry 

Renungan: Keluarga Vins

“Adalah suatu berkat yang besar, jika para orang tua yang telah memberikan hidup bagi anak-anak … mengarahkan mereka kepada kristus! … dan jikalau para orang tua ditemukan layak untuk menderita, dibelenggu, bahkan pernah meminum ampas cawan kematian oleh karena kristus, maka bagi putra dan putri mereka, perbuatan iman mereka … layak disebut, setia kepada Tuhan,” salah satu kutipan yang pernah ditulis oleh Georgi Vins.

 

Gerogi adalah genereasi ketiga orang Kristen teraniaya. Kakeknya, Jacob Wiens, adalah seorang misionaris untuk orang-orang asli Rusia di Ukrania. Penganiayaan yang dilakukan oleh Tsar pada abad ke 19 memaksanya untuk melarikan diri ke Siberia dan akhirnya ke Amerika.

 

Ayah Georgi, Peter, mengikuti teladan pelayanan Jacob. Pelayanannya di Moskow dan Siberia ditandai dengan penganiayaan di bawah pemerintahan Stalin. Pengahanan pertamanya terjadi pada tahun 1930. Setelah menjalani kerja paksa selama 3 tahun di kamp kerja paksa, Peter diasingkan sementara di Siberia. Ketika ia ditangkap untuk kedua kalinya, orang-orang percaya diintimidasi oleh polisi rahasia, untuk bersaksi melawan dia. Walaupun Peter sudah yakin bahwa ia pasti dipenjara, namun polisi membebaskannya. Kemerdekaannya hanya sebentar. Ia ditahuan lagi pada tahun 1936 dan dieksekusi mati di penjara.

 

 

Ketika ayahnya ditahan untuk yang terakhir kalinya, Gerogi saat itu berusia delapan tahun. Namun ia tumbuh tanpa ketakutan akan bahaya penjara dan kematian. Ia menjadi salah satu pemimpin gereja Baptist di Rusia. Sementara itu, Perdana Menteri Uni Soviet, Nikita Khruschev meloloskan sejumlah peraturan anti-agama yang membatasi kemerdekaan orang-orang kristen yang sebenarnya sudah terbatas. Karena gereja-gereja resmi dikuasai oleh pemerintah, Georgi memisahkan diri dari gereja resmi dan membentuk gereja bawah tanahnya sendiri.

 

Pada tahun 1966, Georgi ikut serta dalam demonstrasi damai yang besar sekali di Moskow melawan gereja-gereja yang dikuasai pemerintah. Ia ditahan dan dijatuhi hukuman tiga tahun kerja paksa. Setelah pembebasannya, ia terus mengabarkan kabar Baik secara diam-diam. Ia ditahan lagi pada tahun 1974 dan dijatuhi hukuman lima tahun untuk kerja paksa, diikuti lima tahun lagi masa pembuangan di Uni Soviet. Setelah pembebasannya, ia melepaskan kewarga negaraan Sovietnya dan pindah ke Amerika Serikat. Ia tinggal di Elkhart, Indiana, dan terus untuk menolong sesame Rusia melalui Pelayanan Internasional Injil Rusia. Seperti ayah dan kakeknya sebelum dia, Gergi Vins dengan lapang dada menderita demi Kristus sampai pada kematiaannya tahun 1988.

 

Source:

Buletin KDP (Kasih Dalam Perbuatan) Edisi Juli – Agustus 2010

P.O. Box 1411

Surabaya 60014

Comments
Add NewSearch
Write comment
Name:
Subject:
[b] [i] [u] [url] [quote] [code] [img] 
 
 
:angry::0:confused::cheer:B):evil::silly::dry::lol::kiss::D:pinch:
:(:shock::X:side::):P:unsure::woohoo::huh::whistle:;):s
:!::?::idea::arrow:
 
Security Image
Please input the anti-spam code that you can read in the image.
 
< Prev   Next >