Hamba Tuhan
Login





Lost Password?
No account yet? Register
Find Us on Facebook
Shalom, bagaimana kabar Anda hari ini? Silahkan login atau register.
Cadar Yang Terkoyak 1/21 PDF Print
User Rating: / 12
PoorBest 
Saturday, 01 September 2007

Diterbitkan oleh : Marshalls Paperbacks, Marshall Morgan & Scott
Diceriterakan kepada Thelma Sangster dengan penterjemah Noble Din

 

Kisah tentang Sister Gulshan Esther (Gulshan Fatima), seorang keturunan langsung Muhammad melalui putrinya Fatima.

KE MEKAH
Dalam keadaan yang biasa, tidak akan terbit keinginan dalam hatiku untuk mengunjungi Inggris pada musim semi tahun 1966 itu. Saya Gulshan Fatima, yang adalah puteri bungsu dari sebuah keluarga Islam Sayed yang merupakan keturunan langsung Nabi Muhammad melalui puterinya Fatima.

Sepanjang masa hidupku selama ini menjalani suatu peri kehidupan yang sunyi dan tersendiri di dalam sebuah rumah di Punjab, Pakistan. Keadaanku seperti ini bukanlah merupakan satu-satunya alasan kenapa saya dibesarkan di bagian rumah yang terpisah (purdah) sejak berusia 7 tahun, menaati ajaran Islam Shiah orthodoks, tapi juga karena saya adalah sorang yang lumpuh dan bahkan tidak sanggup meninggalkan kamarku sendiri tanpa dibantu.

 

Saya mengenakan kerudung untuk menutupi wajahku dari pandangan para pria, karena hal ini hanya diperbolehkan bagi kaum keluargaku yang dekat misalnya ayah, kedua kakak lelaki dan pamanku.

 

Bagian terlama dari masa 14 tahun pertama waktu awal hidupku yang suram, dibatasi oleh dinding-dinding yang mengelilingi halaman rumah kami yang luas di Jhang, kira-kira 450 km (250 mil) dari Lahore dan dinding-dinding ini merupakan batas-batas gerak dan pandangan bagiku.

Ayahlah yang membawa aku ke Inggris - beliau sendiri memandang rendah orang-orang Inggris karena mereka menyembah tiga allah dan bukannya Allah Yang Maha Esa. Malah beliau tidak memperbolehkan saya mempelajari bahasa kafir itu waktu saya diajar oleh guruku Razia, karena takut jangan sampai saya tercemar oleh dosa dan dapat menjauhkan saya dari iman kepercayaan kami.

Walau pun demikian beliau tokh membawa saya ke Inggris setelah kami mengeluarkan banyak biaya dan usaha pengobatan dan perawatanku di tanah air/rumah guna mendapatkan pengobatan/pelayanan medis yang terbaik. Beliau melakukan usaha-usaha dan hal-hal ini karena adanya dorongan kasih-sayang serta keprihatinannya yang begitu besar untuk kebahagiaanku di masa datang.

Namun waktu kami mendarat di lapangan terbang Heathrow pada April itu, betapa kami tidak menyadarai akan datangnya kesulitan serta kesedihan yang bakal menimpa keluarga kami.
Yang aneh kemudiannya ialah, saya, anak lumpuh yang dinilai dan dianggap paling lemah dari anak-anak ayah, pada akhirnya malah menjadi yang terkuat dari antara anak-anak ayah, pada akhirnya malah menjadi yang terkuat dari semua kami serta menjadi batu karang yang menghancurkan semua yang telah beliau pelihara dan jaga dengan penuh kasih-sayang.

 

Bahkan sesudah saya dewasa ini, dengan memejamkan mataku dapat muncul suatu gambaran didepanku yaitu ayahku, Aba-jan tercinta begitu tinggi, kurus, mengenakan jubah hitam yang dijahit rapih beleher jenjang dihiasi kancing-kancing emas di atas celana longgar dan memakai ikat kepala putih, dijalin dengan sutera biru. Kenanganku terhadap beliau muncul sama halnya dulu beliau begitu sering masuk ke kamarku untuk mengajar saya tentang agama kami.

Saya teringat ketika beliau berdri di sisi tempat tidurku yang ditempatkan berseberangan dengan tempat digantungnya gambar Rumah Allah di Mekkah yaitu tempat paling suci bagi kami yaitu Kaabah yang menurut kisahnya dibangun oleh Nabi Ibrahim dan dipugar oleh Nabi Muhammad. Ayah mengambil Al Quran suci dari rak penyimpanannya di tempat yang paling tinggi letaknya di dalam kamarku karena tidak diperbolehkan sesuatu barang lain lebih tinggi
dari Al Quran.

Pertama-tama beliu akan mencium kain sutera penutup yang berwarna hijau seraya mengucapan "Bismillah i-Rahman-ir-Rahim (saya memulainya dalam nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang). Lalu beliau akan membuka tutup sutera hijau tapi sebelum ini beliau harus sudah mengambil air wudhu dan dengan khidmat melaksanakan pencucian menurut tata-cara agama yang perlu dilakukan sebelum menyentuh atau membawa kitab suci tersebut. Beliau mengulangi lagi ucapan Bismillah, kemudian menempatkan Al Quran di atas sebuah dudukan khusus berbentuk huruf X, menyentuhnya dengan ujung-ujung jarinya. Beliau duduk sedemikian caranya sehingga sambil bersandar di kursi saya dapat memandang ke Kitab itu.

Sebelumnya saya pun harus sudah melaksanakan wudhu dengan bantuan pembantu wanitaku. Dengan telunjuknya Ayah menelusuri huruf-huruf suci bertulisan arab dekoratif dan saya, yang ingin sekali menyenangkan hati beliau, mengulanginya mengikuti beliau membaca Al Fatiha. Pembukaan ini adalah kata-kata yang mengikat erat seluruh umat Islam di mana pun mereka berada. "Puji bagi Allah, Tuhan Pencipta, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Raja di Hari Penghakiman. Engkau sendirilah yang kami sembah dan padaMu sendirilah kami memohon do"a meminta pertolongan. Tunjukkanlah kami kearah jalan yang lurus, jalan bagi mereka yang Engkau Kasihi, bukannya bagi mereka yang Engkau murkai atau bagi mereka yang telah murtad".

Hari ini kami membaca Sura Al Imran : "Ya Allah tiada Tuhan lain selain Dia Yang Hidup dan Kekal". "Ia telah mewahyukan ke padamu kitab berisi kebenaran yang mengukuhkan Kitab-Kitab Suci yang mendahuluinya, karena Ia telah mewahyukan Taurat dan Injil sebagai petunjuk bagi umat manusia untuk membedakan yang baik dari yang jahat". Saya menjalani tahapan hidup sebagaimana yang ditempuh oleh setiap kanak-kanak Islam sewaktu mereka dibesarkan dalam suatu keluarga Orthodoks sejak awal masa kanak-kanak – membaca Al Quran suci dalam tulisan Arab.

Kami umat Islam memahami bahwa Kitab tersebut tidak boleh diterjemahkan, tidak seperti halnya buku yang lain tanpa mengalami kehilangan pengertiannya yang sebenarnya oleh karena nilai yang keramat.

Ketika saya telah hampir menyelesaikan pembacaannya untuk pertama kalinya - sekitar umur 7 tahun, yang merupakan umur yang dinilai mulai memperlihatkan gejala kewaspadaan - maka diadakan suatu jamuan - kami menamakannya "amin" dari Al Quran suci dimana anggota-anggota keluarga, kawan-kawan serta para tetangga diundang.

Dibagian tengah halaman terbuka dari bungalow kami, para pria duduk di tempat yang dipisahkan dari para wanita oleh sebuah tirai pemisah di situlah guru agama (mullah) akan mengucapkan doa yang menandakan sampainya saya pada suatu tahap baru yang penting dalam hidup ini dan pada saat itu para wanita yang duduk dibagian dalam dari halaman itu akan menghentikan bisik-bisik antara mereka untuk mengikuti upacara tersebut.

Sekarang kami telah sampai pada akhir pembacaan Sura itu, lalu ayah memandangku dengan senyum tersungging di bibirnya: "kau telah melakukannya dengan baik, Beiti (anak perempun kecil)" katanya: "sekarang jawablah pertanyaan-pertanyaan ini":

"Dimanakah Allah?"

Dengan malu-malu saya mengulangi pelajaran yang telah saya ketahui dengan baik: "Allah ada di mana-mana".

"Adakah Allah mengetahui semua tindak tandukmu di dunia?"

"Ya, Allah tahu akan segala tindak-tanduk yang saya lakukan difunia, mau yang baik demikian pula yang buruk/jahat. Ia
malah mengetahui segala pikiran yang saya rahasiakan."

"Adakah yang telah Allah lakukan bagimu? "

"Allah telah menciptakan saya, begitupun seluruh dunia. Ia mencintai saya dan membuatku senang. Ia akan memberi pahala bagiku disorga bagi semua tingkah-laku saya yang baik serta menghukumku dalam neraka bagi semua perbuatanku yang jahat".

 

"Bagaimana caranya engkau memperoleh cintaNya Allah?".

"Saya dapat memperoleh cinta kasih Allah dengan penyerahan penuh kepada Ke-hendakNya, serta mematuhi perintah-perintahNya."

"Bagaimana engkau dapat mengetahui akan Kehendak serta perintah – perintah Allah?"

"Saya dapat mengetahui Kehendak dan Perintah Allah dalam Al Quran suci dan juga Hadist dari Nabi kita Muhammad (kiranya damai dan berkat Allah menyertainya)."

"Bagus sekali kata ayah. Sekarang apakah ada sesuatu yang ingin kau ketahui? "
"Ya ayah, katakanlah kenapa Islam lebih baik dari agama lainnya? Saya menanyakan hal ini bukannya karena saya mempunyai suatu pengetahuan tentang agama lain tetapi karena saya ingin mendengar sendiri dari ayahku penjelasan tentang agama kami. Jawaban ayah jelas dan tegas.

"Gulshan, saya mau mau engkau mengingat akan hal ini. Agama kita lebih besar dari agama lainnya karena:
Pertama-tama, kemenangan Allah adalah Muhammad yang membawa berita terakhir dari Tuhan bagi umat manusia dan tidak ada lagi diperlukan Nabi lain sesudahnya.

Kedua, Muhammad adalah sahabat Allah. Ia menghancurkan semua berhala dan semua orang dirubahnya dari penyembah berhala menjadi penganut agama Islam.

Ketiga, Allah mengaruniakan Al Quran kepada Muhammad setelah semua Kitab Suci lainnya. Ini adalah Firman Tuhan Yang terakhir dan kita harus mematuhinya. Semua tulisan lainnya tidak lengkap.

Bersambung Ke Bagian (2)

 

Comments
Add NewSearch
Write comment
Name:
Subject:
[b] [i] [u] [url] [quote] [code] [img] 
 
 
:angry::0:confused::cheer:B):evil::silly::dry::lol::kiss::D:pinch:
:(:shock::X:side::):P:unsure::woohoo::huh::whistle:;):s
:!::?::idea::arrow:
 
Security Image
Please input the anti-spam code that you can read in the image.
 
< Prev