Shalom, bagaimana kabar Anda hari ini? Silahkan login atau register.
Trauma Akibat Kematian Sahabat
Thursday, 05 June 2008
Trauma Akibat Kematian Sahabat Nanung hanya bisa berdiri lemas dengan lutut gemetar dan mata terbelalak ketika melihat sahabatnya yang bernama Farid sudah tergeletak tak bernyawa - berlumuran darah di atas aspal dan isi kepalanya berceceran di tengah jalan. Farid ditabrak sebuah mobil berkecepatan tinggi ketika ia sedang menyeberang jalan bersama Nanung. Waktu itu mereka berdua baru saja pulang dari sekolah. Meskipun kejadian itu Nanung alami ketika ia masih duduk di bangku kelas 4 SD, namun trauma yang ditimbulkannya terus melekat hingga ia beranjak dewasa.
Berkali-kali kejadian tersebut menghantui pikiran Nanung. "Bagaimana jika aku mati nanti?" pikir Nanung. Semakin dewasa pemikiran Nanung pun semakin berkembang dan ia berusaha untuk hidup dengan baik. Segala perilaku dan moral yang ia tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari sangat baik dan ia sendiri tidak pernah terlibat dengan pergaulan bebas yang merugikan, seperti halnya mabuk-mabukan, berjudi atau main pelacur. Itu semua ia lakukan supaya nantinya bisa selamat setelah kematian. Nanung percaya bahwa setelah kematian ada kehidupan yang kekal yang harus ia jalani, yaitu di akhirat. Keluarga Nanung yang semuanya muslim dan tinggal di daerah Sukra Indramayu, juga hidup taat dengan nilai-nilai kebenaran yang mereka mengerti pada waktu itu.
Bekerja Di Jakarta Sambil Belajar Ilmu Kebal Tahun 1990, Nanung pergi ke Jakarta dan bekerja sebagai petugas keamanan dan penjaga parkir di ITC Mangga Dua. Dari kecil Nanung takut sekali mati. Dipicu oleh banyaknya risiko yang harus ia hadapi selama bekerja di Jakarta , Nanung pun akhirnya menuruti nasihat ayahnya yang menyarankan untuk mempelajari ilmu kebal agar ia bisa memiliki keberanian dan tidak bisa mati. Pada mulanya, Nanung masih diantar oleh sang ayah pergi belajar ilmu kebal pada suatu perguruan bela diri di daerah Bekasi, yaitu Bulak Kapal. Tapi pada hari-hari selanjutnya ia pergi seorang diri untuk berlatih. Hampir setiap malam ia mempelajari ilmu kebal di tempat itu. " Ada beberapa tahap yang harus saya alami. Setiap kali saya datang selalu diisi dan diberi mantra-mantra sehingga saya bisa kebal terhadap silet, golok, celurit, bahkan peluru," ujar Nanung. Setelah memiliki kesaktian baru, Nanung mulai menyadari bahwa secara tidak langsung ilmu kebal yang ia pelajari membawa dampak buruk terhadap karakter pribadinya. Ia menjadi seorang yang temperamental dan mudah sekali emosi. Dalam dirinya tidak ada perasaan takut sama sekali terhadap siapa pun.
Bertemu Kekasih Dan Menikah Ketika ia bekerja di daerah Mangga Dua, Nanung berkenalan dengan seorang gadis penjaga kantin di lantai dasar ITC bernama Soleha.
Setelah perkenalan itu, Nanung semakin sering mendekati Soleha. Mereka berpacaran dan memutuskan untuk menikah pada tanggal 11 Juni 1993 di Pemalang. Selama berpacaran hingga awal mereka menikah, Nanung menunjukkan sikap yang baik kepada sang isteri. Bahkan Soleha tidak pernah tahu bahwa Nanung pernah memarahi tetangga Soleha dan mengancamnya dengan sebuah gunting.
Pada waktu itu Nanung menghampiri tetangga Soleha yang sering membicarakan hubungan mereka. Karena saking takutnya, tetangga Soleha meminta maaf.
Munculnya Sifat Jahat Yang Terpendam Kekasaran dalam rumah tangga Nanung mulai terlihat ketika ia cemburu dengan Soleha, isterinya. Nanung mengancam Soleha dengan sebilah pisau dan membuat Soleha lari ketakutan keluar rumah. Setiap kali ia marah dan bertengkar dengan isterinya, Nanung selalu memukul Soleha dengan peci dan menghancurkan benda apa saja yang ada di dalam rumah. Kejadian mengguyur Soleha dengan minyak tanah bukanlah hal yang aneh dalam rumah tangga mereka. Nanung sering kali berniat membakar isterinya ketika ia sedang emosi. "Setiap kali marah, sering kali saya ingin bakar isteri saya. Biasanya sudah gelap mata dan tidak lagi terpikirkan belas kasihan. Sudah hilang. Tetapi setiap melihat mata dia yang ketakutan, itu yang membuat saya tertahan untuk tidak melanjutkan menyulutkan api ke tubuh isteri saya," ujar Nanung. Hal itu terus berlangsung sampai Nanung mempunyai seorang anak. Dihajarnya Soleha seperti biasanya dan pernah ia menendang Soleha hingga terpental dan kepalanya membentur pintu.
Pindah Ke Sukra Membuka Usaha Pijat Nanung pun sering tidak mempedulikan isterinya karena sibuk dengan kegiatannya mengajari ilmu kebatinan kepada anak-anak muda di Sukra. Pada tahun 1994 Nanung berhenti kerja, dan bersama Soleha mereka pindah ke rumah orang tua Nanung di Sukra. Di sana Nanung sempat menganggur cukup lama. Kehidupannya begitu susah, sampai-sampai untuk biaya melahirkan anak pertama pun, ia harus menjual barang-barang. Orang tua Nanung yang bekerja sebagai penjual nasi goreng selalu membantu di saat mereka tidak punya uang.
Selain ilmu kebatinan, Nanung juga pernah mempelajari ilmu pijat refleksi. Berbekal ilmu itulah kemudian Nanung mulai membuka usaha ini setelah banyak orang meminta pertolongan kepadanya. "Saya melakukan usaha ini dengan menggunakan metode metafisika (tenaga dalam) agar tidak terlalu sakit," ujar Nanung. Sampai pada suatu hari ada seorang pasien yang bernama Haryono yang menolak diobati dengan tenaga dalam. Ternyata Haryono ini adalah orang kristen. Nanung terus menawarkan metode pengobatan dengan tenaga dalam, namun Haryono terus menolaknya. Nanung semakin dibuat penasaran dengan pendirian Haryono.
Dari perkenalan itu hubungan mereka semakin terjalin erat. Haryono sering memberi kesaksian dan bercerita bahwa Yesus itu adalah Tuhan. Nanung terus mendiskusikan hal tersebut dengan rasa penasaran untuk mencari jawaban yang selama ini belum ia temukan.
Menemukan Sebuah Alkitab Karena banyaknya pasien yang berasal dari Pamanukan, Nanung memutuskan untuk pindah dan mengontrak rumah di sana . Pada bulan Agustus 1998 Nanung beserta keluarga menempati rumah ibu Sanmoy. Pada hari pertama ia menempati rumah kontrakan tersebut, ada sebagian peralatan yang tidak dibawa oleh pengontrak sebelumnya pada waktu itu.
Ketika Nanung sedang berusaha mencari kunci rumah, ia menemukan sebuah buku yang di sampul depannya bertuliskan Alkitab. Nanung kemudian tertarik untuk membuka buku tersebut. "Yang pertama kali saya buka adalah kitab yang berjudul Kejadian. Saya bertanya dalam hati, "kejadian apa?"
Lalu saya mulai membaca buku tersebut. Ternyata isinya sangat menarik karena hampir sama dengan kitab yang aku miliki, bahkan lebih lengkap," ujar Nanung.
Ia masih belum tahu apakah buku yang ia temukan adalah Injil yang menjadi kitab sucinya umat Kristen. Nanung terus membacanya, dan ketika sampai pada perjanjian baru ia baru menyadari bahwa buku itu adalah Injil. Nanung semakin tertarik untuk mempelajari apa yang tertulis di dalamnya.
Hari-hari selanjutnya, Haryono dan Nanung semakin sering bertemu. Dan kesempatan itu Nanung manfaatkan untuk bertanya mengenai apa yang tertulis di dalam Alkitab yang tidak ia pahami. Nanung semakin banyak menerima firman Tuhan karena hampir setiap hari Haryono datang ke rumahnya dan menceritakan tentang Yesus. Kedekatan mereka berdua sempat mengundang rasa cemburu dari pihak sang isteri. Tetapi Haryono bisa membaca hal tersebut dan ia juga mulai membagikan firman Tuhan kepada Soleha. Salah satunya tentang perkawinan. Haryono menjelaskan bahwa orang Kristen hanya menikah satu kali dan tidak boleh bercerai. Hal itulah yang membuat Soleha semakin tertarik untuk lebih mengenal bagaimana cara hidup orang Kristen.
Penginjilan Haryono Membuahkan Hasil Setelah bergumul cukup lama, Nanung kemudian minta tolong kepada Haryono untuk didoakan pelepasan dari kuasa roh jahat yang ada dalam dirinya. Haryono mengajak Nanung bertemu dengan bapak gembala GKKD Pamanukan dan Bandung . Mereka pun menyepakati satu hari yang telah ditentukan untuk melakukan pelepasan di gereja. "Waktu itu saya memutuskan untuk mengikuti Yesus karena saya mau hidup saya tidak lagi dikuasai ketakutan," ujar Nanung.
Ketika pelepasan berlangsung, Nanung melakukan gerakan seperti orang mengamuk. Ia sempat menggeram seperti harimau dan menggeliat seperti ular di lantai selama kurang lebih satu jam. Kejadian aneh tersebut disaksikan juga oleh beberapa orang jemaat gereja setempat.
"Setelah dilepaskan dan didoakan, saya merasakan ada sesuatu yang selama ini saya pikul, tiba-tiba diangkat. Dan kedamaian yang sebelumnya tidak ada, sepertinya mengalir... mulai mengalir," ujar nanung.
Keputusan Untuk Menerima Yesus Dua bulan sudah Nanung mengenal Yesus dan mempelajari isi Alkitab yang ia temukan semenjak pindah ke Pamanukan. Pada tanggal 26 Desember 1998, Nanung dan Soleha memutuskan untuk menyerahkan hidup mereka kepada Tuhan dan dibaptis bersama-sama di Wisma Buni Hayu, Subang oleh bapak gembala Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) Pamanukan.
Dan tahun berikutnya, pada tanggal 28 November, Nanung dan Soleha diteguhkan dalam pernikahan. "Ada satu kejadian dimana isteriku pada jam dua malam tiba-tiba bangun dan menyanyikan satu pujian kepada Yesus. Dari situlah saya merasa yakin kalau Yesus adalah Tuhan, karena sebelumnya isteriku tidak tahu sama sekali tentang lagu-lagu gereja itu," ujar Nanung dengan rasa haru dan bahagia.
Pemulihan Yang Tuhan Berikan Kehidupan Nanung semakin dipulihkan. Karakternya yang keras terhadap isteri berubah menjadi sangat lembut. Rumah tangga mereka bertambah harmonis hingga mereka dikaruniai tiga orang anak. Soleha merasakan kebahagiaan yang tak terkatakan melihat perubahan yang terjadi pada diri Nanung, suaminya. Sehingga timbul ketertarikan dia untuk beriman kepada Yesus karena Yesuslah yang mengubahkan semuanya. Usaha yang dijalani Nanung pun semakin berjalan lancar dan dapat mencukupi segala kebutuhan keluarganya sampai saat ini.
"Saya merasakan bahagia dan bersyukur. Saya melihat bahwa Tuhan sanggup mengubahkan suami saya, yang tadinya pemarah sekarang sudah tidak lagi.
Suami saya sudah menjadi lemah lembut bahkan saya merasakan dia semakin sayang pada keluarga," ujar Soleha.
Memenangkan Banyak Jiwa
Tuhan terus bekerja dalam kehidupan Nanung. Banyak jiwa boleh dimenangkan oleh karena pertobatannya. Dengan apa yang Nanung bisa, ia menjadikannya sarana untuk memberitakan Injil kepada semua orang, terutama yang menjadi pasiennya.
"Kalau dulu saya menggunakan metode tenaga dalam saat memijat, tapi sekarang sudah tidak menggunakannya lagi. Karena saya tahu hanya di dalam Yesuslah ada kesembuhan sejati,"
ujar Nanung. Bukan hanya salah satu dari muridnya dulu, bahkan seluruh keluarga Nanung pun sudah bertobat dan percaya kepada Yesus.
"Ketakutan yang selama ini terus menghantui saya, hilang. Saya merasa ketakutan terhadap neraka bukan lagi bagian saya," ujar Nanung menutup kesaksiannya.
(Kisah ini telah ditayangkan 1 Oktober 2007 dalam acara Solusi Life di O Channel).